Unknown




HUBUNGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK DENGAN
KEBIASAAN MENGKONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI
DI SDIT ULUL ALBAB BEKASI TAHUN 2013

Oleh : Alfyani Kumala Anggraini

ABSTRAK
Menurut data sensus RI 1989 prevelensi obesitas di daerah perkotaan adalah 1,1 % sedangkan di perdesaan adalah 0,7 %. Ternyata, pada tahun 2004 angka ini naik menjadi 5,3 % diperkotaan dan 4,3 % di desa. Pada tahun 2010 angka obesitas cukup tinggi pada penduduk di atas usia 18 tahun terdapat 21,7 % yang mengalami obesitas. Himpunan Studi Obesitas Indonesia menemukan angka obesitas pada pria naik menjadi 9,16 % dan untuk wanita 11,2 %. Dari data yang didapat menunjukkan bahwa obesitas merupakan persoalan serius karena jumlah penderitanya terus meningkat. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui kejadian obesitas yang di lihat dari pengukuran indeks massa tubuh (IMT) persentil yang dihubungkan dengan kebiasaan kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji (Junk Food, Fast Food), pengetahuan orang tua, status ekonomi, usia, aktivitas, jenis kelamin di SDIT Ulul Albab Bekasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April tahun 2013.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan Cross Sectional, dimana penelitian ini mencari hubungan kejadian obesitas pada anak dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji di SDIT Ulul Albab Bekasi. Penentuan sample dengan Non Random (non probability). Subjek penelitian (responden) pada semua anak kelas 1 – 6 SD. Jumlah sampel sebanyak 63 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur berat badan dan tinggi badan serta mengisi kuisioner berbentuk pertanyaan tertutup yang diisi oleh responden anak dan orang tua anak.
Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan secara statistik antara frekuensi mengkonsumsi makanan siap saji (P value = 0,000 ; OR = 0,058), antara pengetahuan orang tua (P value = 0,004 ; OR = 7,000), antara usia (P value = 0,002 ; OR = 6,173)antara aktifitas (P value = 0,020 ; OR = 3,935), antara status ekonomi (P value = 0,016  ; OR = 0,189) dan tidak ada hubungan secara statistik antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas pada anak (P value = 1,000 ; OR = 0,952).


Kata Kunci  :  Obesitas, Frekuensi Mengkonsumsi Makanan Siap Saji, Pengetahuan, Usia, Aktifitas, Status Ekonomi dan Jenis Kelamin

ABSTRACT
According to 1989 census data RI prevalence of obesity in urban areas was 1.1%, while in rural areas was 0.7%. Apparently, in 2004 this figure rose to 5.3% in urban and 4.3% in the villages. In 2010 the rate of obesity is high in the population over the age of 18 years are 21.7% who are obese. Indonesian Association of the Study of Obesity found obesity rates in men rose to 9.16% and for women 11.2%. From the data obtained shows that obesity is a serious problem because the number of sufferers continues to rise. Based on the researchers conducted this study in order to know the incidence of obesity in view of the measurement of body mass index (BMI) percentile habits associated with eating fast food (Junk Food, Fast Food), knowledge of parents, economic status, age, activity, sex in SDIT Ulul Albab Bekasi. The research was conducted in April of 2013.
This type of research is an analytic study with cross-sectional approach, where the study was looking for a relationship with the incidence of obesity in children the habit of eating fast food in SDIT Ulul Albab Bekasi. Determination of the Non-Random sample (non-probability). Research subjects (respondents) in all classes children 1-6 SD. The total sample of 63 respondents. The data was collected by measuring weight and height as well as a closed question form to fill out questionnaires filled by children and the parents.
Statistical test results obtained no statistical relationship between the frequency of eating fast food (P value = 0.000; OR = 0.058), between parental knowledge (P value = 0.004; OR = 7.000), between age (P value = 0.002; OR = 6.173) between activity (P value = 0.020; OR = 3.935), between economic status (P value = 0.016; OR = 0.189) and there was no statistically significant relationship between the sexes in the incidence of obesity in children (P value = 1.000; OR = 0.952).


Keywords: Obesity, Eating Frequency Ready to Serve, Knowledge, Age, Activity, Economic Status and Sex


PENDAHULUAN

Latar Belakang
       Pada tahun 1998 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan penyebab kematian kedua di dunia setelah rokok. Lebih dari miliar penduduk dunia mengalami obesitas. Setiap tahun prevelensi penderita obesitas meningkat. Data saat ini obesitas menyebabkan 10,3 % dari seluruh kematian di dunia. Menurut WHO, angka tersebut menempati peringkat kelima penyebab utama kematian di dunia. Secara global ada 400 juta orang yang mengalami obesitas. (Lakshita, 2012)
       Parlemen Eropa menyatakan bahwa hampir 22 juta anak di Eropa mengalami kegemukan dan obesitas, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebanyak 1,3 juta anak pada 2012. Tingkat kegemukan dan obesitas pada anak di Prancis sebesar 18% dan 4%. Laporan Lembaga Survey Nutrisi dan Kesehatan (NHNS, 2004) Jepang menyebutkan bahwa prevelensi obesitas pada anak di Jepang pada tahun 2004 sebesar 8%, Peningkatan prevelensi obesitas pada anak di Jepang jauh lebih kecil dibandingkan Amerika Serikat yang mencapai 30%. (Wahyu, 2009)
       Di Amerika Serikat penduduk yang berjumlah lebih dari 72 juta orang, sekitar 33,3 % pada pria dan 35,3 % pada wanita usia 20 tahun atau lebih yang mengidap penyakit obesitas. (Lakshita, 2012) sedangkan pada remaja usia 12 – 19 tahun dan pada anak-anak usia 6 – 11 tahun sekitar 15 % yang mengidap penyakit obesitas. (Nurmalina, 2011)
       Sementara itu, di Indonesia terdapat 19,1 % orang berusia di atas 15 tahun menderita obesitas. Lalu, 19,8 % memiliki obesitas sentral atau perut buncit dan 48,2 % berusia diatas 10 tahun kekurangan aktivitas. Menurut data sensus RI 1989 prevelensi obesitas di daerah perkotaan adalah 1,1 % sedangkan di perdesaan adalah 0,7 %. Ternyata, pada tahun 2004 angka ini naik menjadi 5,3 % diperkotaan dan 4,3 % di desa. Pada tahun 2010 angka obesitas cukup tinggi pada penduduk di atas usia 18 tahun terdapat 21,7 % yang mengalami obesitas. Himpunan Studi Obesitas Indonesia menemukan angka obesitas pada pria naik menjadi 9,16 % dan untuk wanita 11,2 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa obesitas merupakan persoalan serius karena jumlah penderitanya terus meningkat. (Lakshita, 2012)
       Riset menyebutkan bahwa kandungan kalori yang ada pada junkfood sangat tinggi, dan kalori ini yang menyebabkan terjadinya obesitas pada tubuh. Data terakhir yang didapat pada tahun 2009 bahwa warga Jakarta yang memiliki resiko over wight atau obesitas sekita 67%. Baru-baru ini juga The international Obesity Taskforce mengumumkan bahwa pada tahun 2015 diseluruh dunia diperkirakan akan terdapat 2,3 miliar orang dewasa memiliki kelebihan bobot badan atau obesitas. Angka atau presentase besar itulah yang menjadi pemikiran besar masayarakat dunia dari 2,3 miliar angka yang disebutkan terdapat 700 juta orang terindap obesitas. Khusus negara Asia Tenggara pada tahun 2006, angka obesitas di bawah usia 18 tahun tercatat 19,9% dan diperkirakan pada tahun 2012 akan mencapai 28,2%. Dalam penelitian tersebut digambarkan bahwa berita tersebut adalah berita buruk terutama bagi masyarakat Indonesia. Di indonesia sendiri pengkonsumsi junk food semakin bertambah tiap tahunnya dari generasi tua bahkan sampai generasi muda dan tidak menutup kemunkinan pula anak kecil. Dengan gaya hidup yang semakin cepat banyak masyarakat yang lebih memilih junk food untuk disantap karena praktis dan dapat dimakan sambil berdiri. Tetapi dibalik praktisnya maka resiko obesitas juga semakin tinggi. (iaso.org)
       Berdasarkan data market size dibeberapa sektor Industri di Indonesia (SWA 01/XXIII/Februari 2008) Pada tahun 2008 pertumbuhan industry makanan di Indonesia mencapai 19,4% hal ini mengindikasikan bahwa konsumen makanan fast food semakin meningkat setiap tahunnya. Dari data survey ACNielsen online customer tahun 2007 mendapatkan hasil bahwa 28% masyarakat Indonesia mengonsumsi Fast Food minimal satu minggu sekali, 33% diantaranya mengkonsumsi saat makan siang. Tidak mengherankan jika Indonesia menjadi Negara ke 10 yang paling banyak masyarakatnya mengkonsumsi makanan fast food. Perubahan dari pola makan tradisional ke pola makan barat seperti fast food yang banyak mengandung kalori, lemak dan kolesterol, ditambah kehidupan yang disertai stress dan kurangnya aktivitas fisik, terutama dikota-kota besar mulai menunjukkan dampak dengan meningkatnya masalah gizi lebih (obesitas) dan penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi dan diabetes miellitus. (Hermina, 2003)
       Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan berdasarkan beberapa pengukuran tertentu. Obesitas pada anak adalah kondisi medis pada anak yang ditandai dengan berat badan diatas rata-rata indeks massa tubuh (Body Mass Index) yang berada diatas normal. Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan cara mengalikan berat badan anak dibagi dengan kuadrat dari besar tinggi anak. Jika seorang anak memiliki IMT diatas 25 kg/m2, anak tersebut menderita obesitas. (Lakshita, 2012)
       Banyak faktor yang menyebabkan anak menderita obesitas, diantaranya ialah faktor genetik, pola aktifitas, status social ekonomi, kondisi medis, obat-obatan dan pola makan. (Nurmalina, 2011) Dari beberapa faktor kontribusi terbesar untuk menyebabkan anak menjadi obesitas adalah pola makan dan pola aktifitas. Aktifitas sehari-hari anak cenderung lebih menyukai beraktifitas di dalam rumah seperti menonton televisi. Dalam jangka panjang, kebiasaan anak yang minim bergerak ini akan berdampak buruk bagi kesehatannya karena berpotensi menimbulkan obesitas. Serta, Pola makan yang dikonsumsi oleh kebanyakan anak adalah makanan cepat saji. Makanan cepat saji pada umumnya memiliki kadar kalori yang sangat tinggi, rendah serat dan kandungan gizi. (Lakshita, 2012)
       Secara garis besar, junk food adalah kata lain untuk makanan yang jumlah kandungan nutrisinya terbatas. Umumnya yang termasuk dalam golongan junk food adalah makanan yang kandungan garam, gula, lemak, dan kalorinya tinggi, tetapi kandungan gizinya sedikit, yang paling gampang masuk dalam jenis ini adalah keripik kentang yang mengandung garam, permen, semua dessert manis, makanan fast food yang digoreng, dan minuman soda atau minuman berkarbonasi. Pada makanan yang mempunyai label junk food biasanya kandungan vitamin, protein, atau mineralnya sangat sedikit. Junk food mengandung banyak sodium, saturated fat, dan kolesterol. Bila jumlah ini terlalu banyak di dalam tubuh, maka akan menimbulkan banyak penyakit. Dari penyakit ringan sampai penyakit berat macam darah tinggi, stroke, jantung, dan kanker. (Hendriani, 2011)
       Sekjen Pengurus Pusat Persatuan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI), memaparkan junk food dapat dikonotasikan sebagai makanan yang kualitas gizinya rendah atau juga makanan sampah. Makanan ini biasanya dikemas sebagai menu cepat saji dengan menawarkan rasa yang lezat dan membuat ketagihan. (Hendriani, 2011)      
       Konsumsi makanan cepat saji dapat mempengaruhi kualitas diet dan meningkatkan resiko obesitas karena tingginya kandungan lemak dan minimnya serat. Steander et.al (2007) dalam Farhani (2010) menyebutkan sebuah studi di Amerika menemukan bahwa konsumsi makanan cepat saji berhubungan positif dengan peningkatan berat badan. Seseorang yang mengonsumsi makanan cepat saji berhubungan positif dengan peningkatan berat badan. Seseorang yang mengonsumsi makanan cepat saji lebih dari 2 kali perminggu berat badannya meningkat 4,5 kg dan 104% meningkatkan resistensi insulin jika dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi makanan cepat saji 1 kali per minggu (Rahmawati, 2009)
       Hasil studi pendahuluan dengan mengambil data sekunder di klinik SDIT Ulul Albab Bekasi pada tanggal 10 April 2013. Kejadian Obesitas di SD tersebut sebanyak 37 dari 693 anak. Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu “Adakah Hubungan Kejadian Obesitas pada Anak dengan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Siap Saji di SDIT Ulul Albab Bekasi Tahun 2013”.

Tujuan Penelitian
       Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian obesitas yang di lihat dari pengukuran indeks massa tubuh (IMT) persentil yang dihubungkan dengan kebiasaan kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji (Junk Food, Fast Food) di SDIT Ulul Albab Bekasi.
       Sedangkan tujuan khususnya adalah : Pertama, mengetahui distribusi frekuensi variable dependen - variable independen (Obesitas, Frekuensi mengkonsumi makanan siap saji, pengetahuan orang tua, status ekonomi, usia anak, aktivitas anak, jenis kelamin) di SDIT Ulul Albab Bekasi. Kedua, mengetahui hubungan kejadian obesitas pada anak dengan frekuensi mengkonsumsi makanan siap saji di SDIT Ulul Albab Bekasi.
       Ketiga, mengetahui hubungan kejadian obesitas pada anak dengan pengetahuan orang tua tentang makanan siap saji di SDIT Ulul Albab Bekasi. Keempat, mengetahui hubungan kejadian obesitas pada anak dengan usia anak tentang makanan siap saji di SDIT Ulul Albab Bekasi.
       Kelima, mengetahui hubungan kejadian obesitas pada anak dengan aktivitas anak tentang makanan siap saji di SDIT Ulul Albab Bekasi. Keenam, mengetahui hubungan kejadian obesitas pada anak dengan status ekonomi orang tua tentang makanan siap saji di SDIT Ulul Albab Bekasi. Ketujuh, mengetahui hubungan kejadian obesitas pada anak dengan jenis kelamin anak tentang makanan siap saji di SDIT Ulul Albab Bekasi.

METODOLOGI PENELITIAN

       Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah  jenis penelitian analitik dengan pendekatan Cross Sectional, dimana penelitian ini mencari hubungan faktor resiko dengan faktor efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada saat itu. ( Elfindri, 2011 ). Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas 1 – 6 di SDIT Ulul Albab Bekasi 2013 sebanyak 693 populasi. Serta sampel dari penelitian ini adalah sebagian siswa siswi SDIT Ulul Albab Bekasi yang dipilih sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh peneliti yaitu 63 responde. Tehnik dalam penelitian ini dengan menggunakan Non Random (non probability).
       Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SDIT Ulul Albab Bekasi pada bulan April tahun 2013. Jenis variabel yang digunakan adalah variabel dependen adalah kejadian obesitas dan variabel independen  adalah Frekuensi mengkonsumi makanan siap saji, Pengetahuan orang tua, Usia, jenis kelamin, aktivitas anak, Status Sosial Ekonomi. Sumber data dalam penelitian ini berupa data sekunder dari klinik SD dan data primer yang didapat dari hasil penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan serta jawaban kuisioner yang telah diisi oleh masing-masing responden. Pada data primer menggunakan kuisioner.
       Sebelum peneliti menyebarkan kuisioner ke tempat penelitian, peneliti menguji kuisioner terlebih dahulu dengan mencari validitas dan realibilitas kuisioner di tempat yang berbeda dengan klasifikasi sama. Hasil dari uji validitas dan realibilitas kuisioner dari 20 pertanyaan didapatkan  total correlation dari setiap pertanyaan termasuk pertanyaan yang valid karena Rhitung > Rtable (∑Rhitung =  0,93 > ∑ Rtable = 0,444). Dan dari uji r alpha (0.772) lebih besar dibandingkan nilai R table maka pertanyaan tersebut dianggap reliabel.  Setelah mengetahui bahwa kuisioner yang kita gunakan valid, peneliti langsung menyebarkan kuisioner tersebut ke responden penelitian di SDIT Ulul Albab Bekasi.
       Setelah kuisiner terisi semua oleh respoden, peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan SPSS untuk mencari hasil univariat dan bivariat.

HASIL PENELITIAN
                          
Hasil Penelitian
       Penelitian ini dilakukan di SDIT Ulul Albab Bekasi pada bulan April tahun 2013, dengan jumlah responden 63 yang terdiri dari 34 responden sebagai kasus (Obesitas) dan 29 responden sebagai kontrol (Tidak Obesitas). Adapun beberapa karakteristik responden berdasarkan frekuensi mengkonsumsi makanan siap saji, pengetahuan orang tua, aktivitas, usia anak, status ekonomi dan jenis kelamin dapat dijelaskan sebagai berikut :
       Distribusi frekuensi responden yang jarang memakan makanan siap saji sebanyak 17 orang (27%) (Tabel 5.3). Distribusi frekuensi orang tua yang memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 45 orang (71,4%) (Tabel 5.4).
       Distribusi frekuensi usia anak 7-9 tahun sebanyak 34 orang (54 %) (Tabel 5.5). Distribusi anak yang memiliki aktifitas ringan sebanyak 37 orang (58,7%) (Tabel 5.6).
       Distribusi status ekonomi rendah sebanyak 16 orang (25,4%) (Tabel 5.7). Distribusi jenis kelamin laki-laki sebanyak 30 orang (47,6%), sedangkan distribusi jenis kelamin perempuan sebanyak 33 orang (52,4%) (Tabel 5.8).
       Analisis Bivariat dengan melihat P Value (Nilai P) dan Odd Rasio (OR) dengan interval kepercayaan (CI) 95% yang dilakukan dengan tabulasi silang (crosstab) dalam Analitik Statistik.
       Ada hubungan secara statistik antara frekuensi mengkonsumsi makanan siap saji (P value = 0,000 ; OR = 0,058), antara pengetahuan orang tua (P value = 0,004 ; OR = 7,000), antara usia (P value = 0,002 ; OR = 6,173) antara aktifitas (P value

= 0,020 ; OR = 3,935), antara status ekonomi (P value = 0,016  ; OR = 0,189) dan tidak ada hubungan secara statistik antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas pada anak (P value = 1,000 ; OR = 0,952).
Berikut ini disajikan rekapitulasi tabulasi 1 sampai dengan 6 yang ditampilkan secara berurutan :




VARIABEL
KATEGORI
JUMLAH
P VALUE
OR 95% (CI)
OBESITAS
TIDAK OBESITAS
N
%
N
%
N
%
Hubungan Antara Frekuensi Mengkonsumsi Makanan Siap Saji dengan Kejadian Obesitas pada Anak di SDIT Ulul Albab Tambun Bekasi Tahun 2013
Jarang
2
11,8
15
88,2
17
100
0,000
6,126
(2,093-18,829)
Sering
32
69,6
14
30,4
46
100
Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Kejadian Obesitas pada Anak di SDIT Ulul Albab Tambun Bekasi Tahun 2013
Baik
4
11,8
14
48,3
18
100
0,004
7,000
(1,961-24,985)
Kurang Baik
30
88,2
15
51,7
45
100
Hubungan Antara Usia dengan Kejadian Obesitas pada Anak di SDIT Ulul Albab Tambun Bekasi Tahun 2013
7 – 9 Tahun
25
73,5
9
26,5
34
100
0,002
6,173
(2,065-18,455)
10 – 12 Tahun
9
31
20
69
29
100
Hubungan Antara Aktifitas dengan Kejadian Obesitas pada Anak di SDIT Ulul Albab Tambun Bekasi Tahun 2013
Ringan
25
67,6
12
32,4
37
100
0,020
3,935
(1,361-11,374)
Berat
9
34,6
17
65,4
26
100
Hubungan Antara Status Ekonomi dengan Kejadian Obesitas pada Anak di SDIT Ulul Albab Tambun Bekasi Tahun 2013
Rendah
4
25
12
75
16
100
0,016
0,189
(0,053-0,678)
Tinggi
30
63,8
17
36,2
47
100
Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Obesitas pada Anak di SDIT Ulul Albab Tambun Bekasi Tahun 2013
Laki-Laki
16
53,3
14
46,7
30
100
1,000
0,952
(0,353-2,568)
Perempuan
18
54,5
15
45,5
33
100


PEMBAHASAN



Keterbatasan Penelitian

       Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional, yang hanya dapat memperlihatkan hubungan dengan cara mengamati variabel independen dan variabel dependen pada saat yang bersamaan, sehingga tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat antara kedua variabel tersebut.

       Selain itu, karena hanya menghubungkan variabel independen dan variabel dependen, kemungkinan ada beberapa variabel lain yang belum masuk atau belum ikut kedalam kerangka konsep seperti genetik, media elektronik atau media sosial, sosial budaya dan faktor lingkungan.

       Instrumen penelitian ini berupa kuesioner dimana pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan tanggapan, informasi dan jawaban tersebut. Alat ukur yang dipergunakan ini mempunyai kelemahan pada jawaban responden berdasarkan ingatan sesaat atau jawaban hasil kompromi antara orang tua sehingga hasilnya bisa jadi bias. Untuk mengurangi resiko tersebut, peneliti memudahkan responden untuk menjawab dengan mudah tanpa berfikir untuk mencari jawaban karena alternatif jawaban sudah tersedia dan menjelaskan tujuan penelitian, sehingga tujuan yang diharapkan tercapai.


Hubungan Frekuensi Mengkonsumsi Makanan Siap Saji dengan Kejadian Obesitas pada Anak

        Berdasarkan tabel 5.9 terlihat 34 anak yang mengalami obesitas, 2 anak yang jarang mengkonsumsi makanan siap saji dan 32 anak sering mengkonsumsi makanan siap saji. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara statistik antara frekuensi mengkonsumsi makanan siap saji dengan kejadian obesitas pada anak dengan hasil Ho ditolak. Sedangkan nilai OR = 6,126 (2,093-18,829). Anak yang sering mengkonsumsi makanan siap saji akan beresiko 0,058 kali lebih besar mengalami obesitas dibandingkan anak yang jarang mengkonsumsi makanan siap saji.

       Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dari pernyataan Kestler (1995) bahwa sebagian besar fast food tinggi kandungan kalori, lemak, garam, dan gulanya, akan tetapi rendah kandungan gizinya. Kebiasaan mengonsumsi fast food yang berlebihan dan tidak dikombinasikan dengan buah dan sayuran segar sebagai sumber serat telah memicu berbagai macam penyakit. Seperti jantung koroner, tekanan darah tinggi, stroke, obesitas.(Wirakusumah 2007)

       Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Martha dalam Skripsi Mila Febriyani, yang dilakukan pada sebuah SMA di Medan sebanyak 40,33% responden mengalami obesitas dan 9,24% mengalami overweight. Hal ini disebabkan oleh pola makan berlebih, yaitu jumlah siswi yang mengonsumsi fast food 2-3 kali seminggu yaitu sebanyak 43,69%. Penelitian Shinta (2011), responden dengan katagori status gizi lebih yaitu sebanyak 46,7% mempunyai frekuensi konsumsi fast food 1-2 kali dalam seminggu

 Hasil penelitian ini juga didukung oleh Padmiari (2007) yang menyatakan bahwa prevelensi obesitas pada anak SD yang terbiasa mengkonsumsi makanan siap saji (Fast Food) cukup tinggi (13,6%) dan beresiko 6 kali lebih tinggi untuk menjadi obesitas. Serta di dukung oleh Harini (2005) dan Karnaeni (2005) yang membuktikan dalam penelitiannya adanya hubungan yang  bermakna  antara  kebiasaan  makan  fast  food  dengan  gizi  lebih  (p  <  0,05).

Menurut berbagai refrensi anak yang sering mengkonsumsi makanan siap saji ( ≥ 2x dalam sepekan) mempunyai peluang besar untuk mengalami obesitas. Karena kandungan lemak pada makanan siap saji seperti junk food dan fast food sangat tinggi. Jika lemak dalam tubuh anak bertumpuk, maka penyakit-penyakit yang berkaitan dengan tingginya lemak dalam tubuh akan menyerang anak tersebut. Contoh umumnya penyakit yang berkaitan dengan lemak adalah stroke, dimana stroke ini diawali dengan penumpukkan lemak pada pembuluh darah sampai lemak tersebut menyumbat pembuluh darah, sehingga darah yang dialirkan ke seluruh tubuh akan tertahan pada bagian yang tersumbat dan pada bagian tersebut darah tidak akan mengalir seperti biasanya. Contoh tersebut merupakan hal tidak mungkin terjadi pada anak yang sering mengkonsumsi makanan siap saji,  akan tetapi dari anak-anak saja sudah sering mengkonsumsi makanan siap saji yang memiliki kandungan lemak tinggi maka tidak akan diragukan lagi jika nantinya anak tersebut akan mengalami stroke atau penyakit lainnya seperti tekanan darah tinggi, obesitas dan kolestrol.



Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Obesitas pada Anak

       Berdasarkan tabel 5.10 terlihat 34 anak yang mengalami obesitas, ada 4 anak yang memiliki orang tua berpengetahuan baik dan sisanya 30 anak yang memiliki orang tua berpengetahuan kurang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara statistik antara usia dengan kejadian obesitas pada anak dengan hasil Ho ditolak. Sedangkan nilai OR = 7,000 (1,961-24,985). Orang tua yang memiliki pengetahuan kurang baik akan beresiko 7,000 kali lebih besar mengalami obesitas dibandingkan orang tua yang memiliki pengetahuan baik.

       Hal ini sesuai dengan teori Notoatmojo (2002) yang menyatakan bahwa Rendahnya pengetahuan dan pendidikan dasar ibu merupakan faktor penyebab yang mendasar dan terpenting karena mempengaruhi tingkat kemampuan individu, keluarga dan masyarakat dalam mengelola sumber daya untuk mendapatkan kecukupan gizi. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Notoatmodjo, 2003)

       Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Gordon-Larsen (2002) didalam skripsi mahasiswa FKUI yang menemukan ada hubungan yang bermakna  antara  pengetahuan  gizi  dan  kesehatan  dengan  gizi  lebih  pada  remaja wanita perkotaan Philadelphia. Serta menurut peneliti lainnya pengetahuan ini sangat mempengaruhi kejadian obesitas pada anak, karena dari pengetahuan yang baik maka kejadian obesitas akan tertahan atau menurun, sedangkan jika pengetahuannya kurang baik maka kejadian obesitas pada anak ini akan menetap angkanya atau semakin parah angka kejadiannya.

       Pengetahuan orang tua mengenai pola makan seimbang dan bergizi serta sehat sudah sangat cukup untuk menekan angka kejadian obesitas. Serta pengetahuan yang dilandasi oleh ilmu kesehatan akan memberikan asumsi positif bahwa anak yang berat badannya abnormal atau berlebihan merupakan suatu tanda bahaya yang harus diwaspadai dari setiap diri anak-anak.



Hubungan Usia dengan Kejadian Obesitas pada Anak

       Berdasarkan tabel 5.11 terlihat 34 anak yang mengalami obesitas, 25 anak yang berusia 7-9 tahun dan 9 anak berusia 10-12 tahun. Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,002 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara statistik antara usia dengan kejadian obesitas pada anak dengan hasil Ho ditolak. Sedangkan nilai OR = 6,173 (2,065-18,455). Anak yang berusia 7 - 9 tahun akan beresiko 6,173 kali lebih besar mengalami obesitas dibandingkan anak yang berusia 10 – 12 tahun.

       Menurut teori yang dikemukakan Wisarani FKM UI anak usia sekolah tumbuh dengan kecepatan genetis masing-masing, dengan perbedaan tinggi badan yang sudah mulai tampak. Ada sebagian anak yang terlihat relatif lebih pendek atau tinggi. Atau pertumbuhannya lebih lambat dibandingka dengan teman-teman sebayanya. Komposisi tubuh anak usia sekolah juga mulai berubah. Komposisi lemak mulai meningkat setelah anak berusia 6 tahun, yang diperlukan untuk persiapan percepatan pertumbuhan pubertas (Damayanti dan Muhilal, 2006 ). Ketika usia 10-12 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki dan perempuan berbeda. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik, sehingga membutuhkan energi lebih banyak. Sedangkan anak perempuan biasanya sudah mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi yang lebih banyak (RSCM dan Persagi, 1998).

       Penelitian ini didukung oleh hasil riset yang diungkapkan Dr. David S. dan kawan-kawan dari RS. Anak di Boston, ditulis oleh artigen.com. “Di Amerika Serikat, kasus ini terus meningkat sejak tahun 1960 sampai sekarang. Angka yang cukup meningkat terjadi pada anak usia 6-11 tahun yang mencapai 54% dan 40% pada usia remaja.”

       Menurut berbagai refrensi bahwa anak usia 7 – 9 tahun merupakan masa-masa dimana anak tersebut memakan makanan apa saja yang mereka sukai, entah mereka sukai karena bentuknya, karena rasanya, karena warnanya atau karena aromanya yang begitu menggoda. Anak di usia tersebut belum bisa memilih makanan yang sehat untuk dirinya dan yang bergizi untuk tubuhnya. Oleh karena itu pada anak yang memasuki usia 7-9 tahun sangat rentan terjadinya obesitas akibat dari makanan-makanan yang di konsumsinya secara berlebihan.



Hubungan Aktifitas dengan Kejadian Obesitas pada Anak

       Berdasarkan tabel 5.12 terlihat 34 anak yang mengalami obesitas, 25 anak yang memiliki aktifitas ringan dan 9 anak memiliki aktifitas berat. Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,020 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara atifitas dengan kejadian obesitas pada anak dengan hasil Ho ditolak. Sedangkan nilai OR = 3,935 (1,361-11,374). Anak yang memiliki aktifitas ringan akan beresiko 3,935 kali lebih besar mengalami obesitas dibandingkan anak yang memiliki aktifitas berat.

      Hal ini sesuai dengan teori yang ada yaitu kurang aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas ditengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik seimbang akan mengalami obesitas. (Lakshita Nattaya, 2012 : 28)

Penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian dari Faerus Soraya (2007), dan Ratna Indriawati juga menemukan hubungan yang bermakna antara aktifitas anak terhadap kejadian obesitas.

Menurut berbagai refrensi aktifitas yang ringan dan dilakukan continue atau terus menerus akan membuat penurunan cara kerja pembakaran lemak didalam tubuh setiap anak. Semakin anak banyak beraktifitas, semakin optimal juga pembakaran lemak didalam tubuhnya. Perubahan zaman juga mempengaruhi aktifitas anak, yakni zaman dahulu dengan zaman sekarang sangat jauh sekali aktifitas yang dilakukan anak. Zaman dahulu anak-anak belum mengenal yang namanya permainan game seperti game PS dan game OnLine. Zaman sekarang kebanyakan anak-anak cenderung aktifitasnya itu-itu saja, berdiam dirumah sambil nonton TV atau main game PlayStation atau game OnLine. Jika aktifitas kebanyakan anak yang monoton terus menerus sedangkan anak tersebut sering mengkonsumsi makanan yang berlemak atau siap saji, maka peluang untuk mengalami obesitas jauh lebih besar dibandingkan anak-anak yang aktif terus menerus dan jarang mengkonsumsi makanan yang berlemak atau siap saji.



Hubungan Status Ekonomi dengan Kejadian Obesitas pada Anak

       Berdasarkan tabel 5.13 terlihat terlihat 34 anak yang mengalami obesitas, 4 anak yang memiliki orang tua berstatus ekonomi rendah dan 30 anak yang memiliki orang tua berstatus ekonomi tinggi. Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,016 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara statistik antara status ekonomi dengan kejadian obesitas pada anak dengan hasil Ho ditolak. Sedangkan nilai OR = 0,189 (0,053-0,678). Orang tua yang memiliki status ekonomi tinggi akan beresiko 0,189 kali lebih besar mengalami obesitas dibandingkan orang tua yang memiliki status ekonomi rendah.

        Hal ini sesuai dengan teori yaitu keluarga yang memiliki pendapatan tinggi dapat membeli makanan apapun, termasuk makanan sehat bergizi namun juga makanan tinggi kalori/lemak/gula, junk food, fast food, soft drink yang merupakan penyumbang besar terhadap masalah obesitas. Sebaliknya keluarga yang memiliki pendapatan rendah cenderung mengkonsumsi makanan yang kurang bergizi sehingga sering mengantarkan mereka pada kondisi gizi buruk. (Nurmalina, 2011 : 42)

        Hal ini sesuai juga dengan penelitian Jenifer didalam tesis dr. Zinatul dari data MEPS (Medical Expenditure Panel Survey) di Amerika Serikat mendapatkan bahwa perbedaan status ekonomi berpengaruh terhadap kejadian obesitas. Dan penelitian yang dilakukan sendiri oleh dr. Zinatul Faizah (2004) bahwa ada hubungan antara pendapatan orang tua terhadap kejadian obesitas (p < 0,001 dan r < 0,145)

       Menurut berbagai refrensi status ekonomi sangat mempengaruhi terjadinya obesitas, karena mereka yang status ekonominya tinggi akan lebih sering membeli makanan siap saji daripada mereka yang status ekonominya rendah. Beberapa makanan siap saji yang sering dibeli untuk memenuhi kulkas rumah adalah mie instan, nugget. Karena kebanyakan orang yang memiliki status ekonomi tinggi sering membeli makanan untuk memenuhi kulkas dengan alasan sibuk karena kerja dan tidak sempat untuk memasak dirumah.  Dengan adanya alternative cepat inilah, mereka yang berstatus ekonomi tinggi tertarik untuk menggunakannya. Tidak heran jika anak-anak yang mengalami obesitas adalah mereka yang memiliki orang tua berstatus ekonomi tinggi.

       Kebanyakan orang tua yang status ekonominya tinggi akan memberikan uang jajan untuk anaknya lebih banyak ketimbang anak yang orang tuanya memiliki status ekonomi rendah. Uang jajan yang mereka bawa, semakin banyak mereka bawa uang jajan maka semakin besar peluangnya untuk sering membeli makanan yang cepat saji seperti jajanan abang-abang sosis, abang-abang nugget, abang-abang gorengan. Sebaliknya, semakin sedikit anak membawa uang jajan, maka semakin kecil juga peluang untuk jajan sembarangan di sekolahnya.



Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Obesitas pada Anak

       Berdasarkan tabel 5.14 terlihat 34 anak yang mengalami obesitas, diantaranya adalah 16 anak laki-laki dan sisanya 18 anak perempuan. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1,000 (p > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas pada anak dengan hasil Ho gagal ditolak. Sedangkan nilai OR = 0,952 (0,353-2,568). Anak yang memiliki jenis kelamin perempuan akan beresiko 0,952 kali lebih besar mengalami obesitas dibandingkan anak yang memiliki jenis kelamin laki-laki.

       Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa obesitas pada anak cenderung diwarisi dari keluarga. Seorang anak dengan kedua orang tua, gemuk maka 80 persen peluang anak menjadi gemuk. Bila salah satu orang tua gemuk, maka 40 persen peluang anak menjadi gemuk dan bila kedua orang tia tidak gemuk, maka peluang anak untuk gemuk sebanyak 7 persen. Sehingga tidak ada hubungan sama sekali kejadian obesitas terhadap klaisfikasi jenis kelamin.  (Devi Nirmala, 2012 : 22)

       Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil  penelitian  Nugroho  (1999)  dan  Wellis  (2003) pada skripsi mahasiswa FKUI (2008) yang keduanya menemukan terdapatnya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan  gizi  lebih.  Perbedaan  ini  kemungkinan  dikarenakan  pada  penelitian  ini proporsi terbesar responden gizi lebih terdapat pada responden yang berjenis kelamin perempuan.

Menurut berbagai refrensi kejadian obesitas bisa terjadi pada siapapun, baik laki-laki maupun perempuan. Jika dilihat dari faktor genetic, laki-laki (XY) cenderung memiliki peran untuk menurunkan ke anaknya menjadi obesitas sebesar 50 % dan jika perempuan (XX) cenderung memiliki peran untuk menurunkan ke anaknya menjadi obesitas 50 % dan menjadi carier (pembawa) 50 %. Faktor genetic ini tidak 100 % benar karena faktor lain seperti pola makan serta aktifitas juga sangat berpengaruh terhadap kejadian obesitas meskipun anak tersebut memiliki salah satu orang tua atau kedua orang tua yang obesitas.

Kejadian obesitas ini banyak faktornya, jika spesifik mengklaim bahwa jenis kelamin memiliki peran yang tinggi untuk kejadian obesitas, hal tersebut karena faktor yang memiliki peran tinggi adalah Pengetahuan orang tua, dari pengetahuan orang tua maka kebiasaan dan pola asuh orang tua kepada anaknya akan memberikan efek terhadap anaknya dan terhadap kejadian obesitas pada anaknya.



KESIMPULAN



       Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : ada hubungan antara frekuensi mengkonsumsi makanan siap saji, pengetahuan orang tua, usia anak, aktifitas anak dan status ekonomi sosial orang tua dengan kejadian obesitas serta tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas pada anak.



DAFTAR PUSTAKA



Ambarwati Fitri Respati, 2012, Ilmu Gizi dan Kesehatan Reproduksi, Cakrawala        Ilmu, Yogyakarta.

Arisman, 2009, Keracunan Makanan, EGC, Jakarta.

Devi Nirmala, 2012, Gizi Anak Sekolah, Kompas, Jakarta.

Elfindri, 2011, Metodologi Penelitian Kesehatan, Baduose, Jakarta.

E. Barasi Mery, 2010, At a Glance Ilmu Gizi, Erlangga, Jakarta.

Hidayah Ainun, 2012, Kesalahan-Kesalahan Pola Makan Pemicu Seabrek Penyakit Mematikan, Buku Biru, Yogyakarta.

Hidayat A. Aziz, 2008, Ilmu Kesehatan Anak, Salemba Medika, Jakarta.

Lakshita Nattaya, 2012, Pilih ‘Apel’ atau ‘Pir’, Javalitera, Yogyakarta.

Nirwana Ade Benih, 2012, Obesitas Anak dan Pencegahannya, Nuha Medika, New York.

Nurmalina Rina dkk, 2011, Pencegahan dan Manajemen Obesitas, Gramedia, Jakarta.

PERSAGI, 2009, Kamus Gizi, Kompas, Jakarta.

Sari Reni Wulan dkk, 2008, Dangerous Junk Food, O2, Yogyakarta.

Sumanto Agus, 2012, Tips Memilih Jajanan Sehat, Arya Pustaka, Jakarta.

S.Y Indah dan Meta Chan, 2012, Kerempeng Mana Keren!!!, Tibbun Media, Surabaya.

Wahyu Genis ginanjar, 2009, Obesitas pada Anak, B-First, Yogyakarta.

Yanuar Eri, 2011, Diet Sehat untuk Anak Remaja, Kanisius, Yogyakarta.

Yatim Faisal, 2005, 30 Kesalahan pada Anak, Pustaka Populer Obor, Jakarta.


http://www.who.int/en/ foodreview.biz

http://www.jurnalmedika.com/

http://www.lib.ui.ac.id/

http://library.um.ac.id/free-contents/

http://chge.med.harvard.edu/event/virtual-forum-childhood-obesity-and-environment







http://pediatrics.about.com/od/nutrition/a/0308_junk_food.htm

http://www.chartsgraphsdiagrams.com/HealthCharts/bmi-percentiles-girls.html

http://health.detik.com/read/2010/08/30/174100/1431451/764/berat-badan-rata-rata-anak-sesuai-usia
Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar

PerpustakaanSarahLayaShafura. Diberdayakan oleh Blogger.