HUBUNGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK DENGAN
KEBIASAAN MENGKONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI
DI SDIT ULUL ALBAB BEKASI TAHUN 2013
Oleh : Alfyani Kumala Anggraini
ABSTRAK
Menurut data sensus RI 1989
prevelensi obesitas di daerah perkotaan adalah 1,1 % sedangkan di perdesaan
adalah 0,7 %. Ternyata, pada tahun 2004 angka ini naik menjadi 5,3 %
diperkotaan dan 4,3 % di desa. Pada tahun 2010 angka obesitas cukup tinggi pada
penduduk di atas usia 18 tahun terdapat 21,7 % yang mengalami obesitas.
Himpunan Studi Obesitas Indonesia menemukan angka obesitas pada pria naik
menjadi 9,16 % dan untuk wanita 11,2 %. Dari data yang didapat menunjukkan
bahwa obesitas merupakan persoalan serius karena jumlah penderitanya terus
meningkat. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian ini dengan
tujuan mengetahui kejadian
obesitas yang di lihat dari pengukuran indeks massa tubuh (IMT) persentil yang
dihubungkan dengan kebiasaan kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji (Junk Food, Fast Food), pengetahuan orang
tua, status ekonomi, usia, aktivitas, jenis kelamin di SDIT Ulul Albab Bekasi.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April tahun 2013.
Jenis penelitian ini merupakan
penelitian analitik dengan pendekatan Cross Sectional, dimana penelitian ini
mencari hubungan kejadian obesitas pada anak dengan kebiasaan mengkonsumsi
makanan siap saji di SDIT Ulul Albab Bekasi. Penentuan sample dengan Non Random
(non probability). Subjek penelitian (responden) pada semua anak kelas 1 – 6
SD. Jumlah sampel sebanyak 63 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan
mengukur berat badan dan tinggi badan serta mengisi kuisioner berbentuk
pertanyaan tertutup yang diisi oleh responden anak dan orang tua anak.
Hasil uji statistik didapatkan
ada hubungan secara statistik antara frekuensi mengkonsumsi makanan siap saji
(P value = 0,000 ; OR = 0,058), antara pengetahuan orang tua (P value = 0,004 ;
OR = 7,000), antara usia (P value = 0,002 ; OR = 6,173)antara aktifitas (P
value = 0,020 ; OR = 3,935), antara status ekonomi (P value = 0,016 ; OR = 0,189) dan tidak ada hubungan secara
statistik antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas pada anak (P value =
1,000 ; OR = 0,952).
Kata
Kunci :
Obesitas, Frekuensi Mengkonsumsi
Makanan Siap Saji, Pengetahuan, Usia, Aktifitas, Status Ekonomi dan Jenis
Kelamin
ABSTRACT
According to 1989 census data
RI prevalence of obesity in urban areas was 1.1%, while in rural areas was
0.7%. Apparently, in 2004 this figure rose to 5.3% in urban and 4.3% in the
villages. In 2010 the rate of obesity is high in the population over the age of
18 years are 21.7% who are obese. Indonesian Association of the Study of
Obesity found obesity rates in men rose to 9.16% and for women 11.2%. From the
data obtained shows that obesity is a serious problem because the number of
sufferers continues to rise. Based on the researchers conducted this study in
order to know the incidence of obesity in view of the measurement of body mass
index (BMI) percentile habits associated with eating fast food (Junk Food, Fast
Food), knowledge of parents, economic status, age, activity, sex in SDIT Ulul
Albab Bekasi. The research was conducted in April of 2013.
This type of research is an
analytic study with cross-sectional approach, where the study was looking for a
relationship with the incidence of obesity in children the habit of eating fast
food in SDIT Ulul Albab Bekasi. Determination of the Non-Random sample (non-probability).
Research subjects (respondents) in all classes children 1-6 SD. The total
sample of 63 respondents. The data was collected by measuring weight and height
as well as a closed question form to fill out questionnaires filled by children
and the parents.
Statistical test results
obtained no statistical relationship between the frequency of eating fast food
(P value = 0.000; OR = 0.058), between parental knowledge (P value = 0.004; OR
= 7.000), between age (P value = 0.002; OR = 6.173) between activity (P value =
0.020; OR = 3.935), between economic status (P value = 0.016; OR = 0.189) and
there was no statistically significant relationship between the sexes in the
incidence of obesity in children (P value = 1.000; OR = 0.952).
Keywords:
Obesity, Eating Frequency Ready to Serve,
Knowledge, Age, Activity, Economic Status and Sex
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada
tahun 1998 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan
penyebab kematian kedua di dunia setelah rokok. Lebih dari miliar penduduk
dunia mengalami obesitas. Setiap tahun prevelensi penderita obesitas meningkat.
Data saat ini obesitas menyebabkan 10,3 % dari seluruh kematian di dunia.
Menurut WHO, angka tersebut menempati peringkat kelima penyebab utama kematian
di dunia. Secara global ada 400 juta orang yang mengalami obesitas. (Lakshita,
2012)
Parlemen
Eropa menyatakan bahwa hampir 22 juta anak di Eropa mengalami kegemukan dan
obesitas, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebanyak 1,3 juta anak
pada 2012. Tingkat kegemukan dan obesitas pada anak di Prancis sebesar 18% dan
4%. Laporan Lembaga Survey Nutrisi dan Kesehatan (NHNS, 2004) Jepang
menyebutkan bahwa prevelensi obesitas pada anak di Jepang pada tahun 2004
sebesar 8%, Peningkatan prevelensi obesitas pada anak di Jepang jauh lebih
kecil dibandingkan Amerika Serikat yang mencapai 30%. (Wahyu, 2009)
Di
Amerika Serikat penduduk yang berjumlah lebih dari 72 juta orang, sekitar 33,3
% pada pria dan 35,3 % pada wanita usia 20 tahun atau lebih yang mengidap
penyakit obesitas. (Lakshita, 2012) sedangkan pada remaja usia 12 – 19 tahun
dan pada anak-anak usia 6 – 11 tahun sekitar 15 % yang mengidap penyakit
obesitas. (Nurmalina, 2011)
Sementara
itu, di Indonesia terdapat 19,1 % orang berusia di atas 15 tahun menderita
obesitas. Lalu, 19,8 % memiliki obesitas sentral atau perut buncit dan 48,2 %
berusia diatas 10 tahun kekurangan aktivitas. Menurut data sensus RI 1989
prevelensi obesitas di daerah perkotaan adalah 1,1 % sedangkan di perdesaan
adalah 0,7 %. Ternyata, pada tahun 2004 angka ini naik menjadi 5,3 %
diperkotaan dan 4,3 % di desa. Pada tahun 2010 angka obesitas cukup tinggi pada
penduduk di atas usia 18 tahun terdapat 21,7 % yang mengalami obesitas.
Himpunan Studi Obesitas Indonesia menemukan angka obesitas pada pria naik
menjadi 9,16 % dan untuk wanita 11,2 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa obesitas
merupakan persoalan serius karena jumlah penderitanya terus meningkat.
(Lakshita, 2012)
Riset
menyebutkan bahwa kandungan kalori yang ada pada junkfood sangat tinggi, dan
kalori ini yang menyebabkan terjadinya obesitas pada tubuh. Data terakhir yang
didapat pada tahun 2009 bahwa warga Jakarta yang memiliki resiko over wight
atau obesitas sekita 67%. Baru-baru ini juga The international Obesity
Taskforce mengumumkan bahwa pada tahun 2015 diseluruh dunia diperkirakan akan
terdapat 2,3 miliar orang dewasa memiliki kelebihan bobot badan atau obesitas.
Angka atau presentase besar itulah yang menjadi pemikiran besar masayarakat
dunia dari 2,3 miliar angka yang disebutkan terdapat 700 juta orang terindap
obesitas. Khusus negara Asia Tenggara pada tahun 2006, angka obesitas di bawah
usia 18 tahun tercatat 19,9% dan diperkirakan pada tahun 2012 akan mencapai
28,2%. Dalam penelitian tersebut digambarkan bahwa berita tersebut adalah
berita buruk terutama bagi masyarakat Indonesia. Di indonesia sendiri
pengkonsumsi junk food semakin bertambah tiap tahunnya dari generasi tua bahkan
sampai generasi muda dan tidak menutup kemunkinan pula anak kecil. Dengan gaya
hidup yang semakin cepat banyak masyarakat yang lebih memilih junk food untuk
disantap karena praktis dan dapat dimakan sambil berdiri. Tetapi dibalik
praktisnya maka resiko obesitas juga semakin tinggi. (iaso.org)
Berdasarkan
data market size dibeberapa sektor Industri di Indonesia (SWA 01/XXIII/Februari
2008) Pada tahun 2008 pertumbuhan industry makanan di Indonesia mencapai 19,4%
hal ini mengindikasikan bahwa konsumen makanan fast food semakin meningkat
setiap tahunnya. Dari data survey ACNielsen online customer tahun 2007
mendapatkan hasil bahwa 28% masyarakat Indonesia mengonsumsi Fast Food minimal
satu minggu sekali, 33% diantaranya mengkonsumsi saat makan siang. Tidak
mengherankan jika Indonesia menjadi Negara ke 10 yang paling banyak
masyarakatnya mengkonsumsi makanan fast food. Perubahan dari pola makan
tradisional ke pola makan barat seperti fast food yang banyak mengandung
kalori, lemak dan kolesterol, ditambah kehidupan yang disertai stress dan
kurangnya aktivitas fisik, terutama dikota-kota besar mulai menunjukkan dampak
dengan meningkatnya masalah gizi lebih (obesitas) dan penyakit degeneratif
seperti jantung koroner, hipertensi dan diabetes miellitus. (Hermina, 2003)
Obesitas
adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang
berlebihan berdasarkan beberapa pengukuran tertentu. Obesitas pada anak adalah
kondisi medis pada anak yang ditandai dengan berat badan diatas rata-rata
indeks massa tubuh (Body Mass Index)
yang berada diatas normal. Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan cara
mengalikan berat badan anak dibagi dengan kuadrat dari besar tinggi anak. Jika
seorang anak memiliki IMT diatas 25 kg/m2, anak tersebut menderita
obesitas. (Lakshita, 2012)
Banyak
faktor yang menyebabkan anak menderita obesitas, diantaranya ialah faktor
genetik, pola aktifitas, status social ekonomi, kondisi medis, obat-obatan dan
pola makan. (Nurmalina, 2011) Dari beberapa faktor kontribusi terbesar untuk
menyebabkan anak menjadi obesitas adalah pola makan dan pola aktifitas.
Aktifitas sehari-hari anak cenderung lebih menyukai beraktifitas di dalam rumah
seperti menonton televisi. Dalam jangka panjang, kebiasaan anak yang minim
bergerak ini akan berdampak buruk bagi kesehatannya karena berpotensi
menimbulkan obesitas. Serta, Pola makan yang dikonsumsi oleh kebanyakan anak
adalah makanan cepat saji. Makanan cepat saji pada umumnya memiliki kadar
kalori yang sangat tinggi, rendah serat dan kandungan gizi. (Lakshita, 2012)
Secara garis besar, junk food adalah kata
lain untuk makanan yang jumlah kandungan nutrisinya terbatas. Umumnya yang
termasuk dalam golongan junk food adalah makanan yang kandungan garam, gula,
lemak, dan kalorinya tinggi, tetapi kandungan gizinya sedikit, yang paling
gampang masuk dalam jenis ini adalah keripik kentang yang mengandung garam,
permen, semua dessert manis, makanan fast food yang digoreng, dan minuman soda
atau minuman berkarbonasi. Pada makanan yang mempunyai label junk food biasanya
kandungan vitamin, protein, atau mineralnya sangat sedikit. Junk food
mengandung banyak sodium, saturated fat, dan kolesterol. Bila jumlah ini
terlalu banyak di dalam tubuh, maka akan menimbulkan banyak penyakit. Dari
penyakit ringan sampai penyakit berat macam darah tinggi, stroke, jantung, dan
kanker. (Hendriani, 2011)
Sekjen Pengurus Pusat Persatuan Dokter
Gizi Medik Indonesia (PDGMI), memaparkan junk food dapat dikonotasikan sebagai
makanan yang kualitas gizinya rendah atau juga makanan sampah. Makanan ini
biasanya dikemas sebagai menu cepat saji dengan menawarkan rasa yang lezat dan
membuat ketagihan. (Hendriani, 2011)
Konsumsi makanan cepat saji dapat
mempengaruhi kualitas diet dan meningkatkan resiko obesitas karena tingginya
kandungan lemak dan minimnya serat. Steander et.al (2007) dalam Farhani (2010)
menyebutkan sebuah studi di Amerika menemukan bahwa konsumsi
makanan cepat saji berhubungan positif dengan peningkatan berat badan.
Seseorang yang mengonsumsi makanan cepat saji berhubungan positif dengan peningkatan
berat badan. Seseorang yang mengonsumsi makanan cepat saji lebih dari 2 kali
perminggu berat badannya meningkat 4,5 kg dan 104% meningkatkan resistensi insulin
jika dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi makanan cepat saji 1 kali per
minggu (Rahmawati, 2009)
Hasil studi pendahuluan dengan mengambil data sekunder
di klinik SDIT Ulul Albab Bekasi pada tanggal 10 April 2013. Kejadian Obesitas
di SD tersebut sebanyak 37 dari 693 anak. Berdasarkan uraian dalam latar
belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu “Adakah
Hubungan Kejadian Obesitas pada Anak dengan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Siap
Saji di SDIT Ulul Albab Bekasi Tahun 2013”.
Tujuan Penelitian
Tujuan
umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian obesitas yang di lihat
dari pengukuran indeks massa tubuh (IMT) persentil yang dihubungkan dengan
kebiasaan kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji (Junk Food, Fast Food) di
SDIT Ulul Albab Bekasi.
Sedangkan
tujuan khususnya adalah : Pertama, mengetahui distribusi frekuensi variable
dependen - variable independen (Obesitas, Frekuensi mengkonsumi makanan siap
saji, pengetahuan orang tua, status ekonomi, usia anak, aktivitas anak, jenis
kelamin) di SDIT Ulul Albab Bekasi. Kedua, mengetahui hubungan kejadian
obesitas pada anak dengan frekuensi mengkonsumsi makanan siap saji di SDIT Ulul
Albab Bekasi.
Ketiga,
mengetahui hubungan kejadian obesitas pada anak dengan pengetahuan orang tua
tentang makanan siap saji di SDIT Ulul Albab Bekasi. Keempat, mengetahui
hubungan kejadian obesitas pada anak dengan usia anak tentang makanan siap saji
di SDIT Ulul Albab Bekasi.
Kelima,
mengetahui hubungan kejadian obesitas pada anak dengan aktivitas anak tentang
makanan siap saji di SDIT Ulul Albab Bekasi. Keenam, mengetahui hubungan
kejadian obesitas pada anak dengan status ekonomi orang tua tentang makanan
siap saji di SDIT Ulul Albab Bekasi. Ketujuh, mengetahui hubungan kejadian
obesitas pada anak dengan jenis kelamin anak tentang makanan siap saji di SDIT
Ulul Albab Bekasi.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis penelitian
analitik dengan pendekatan Cross Sectional, dimana penelitian ini mencari
hubungan faktor resiko dengan faktor efek dengan cara pendekatan, observasi
atau pengumpulan data sekaligus pada saat itu. ( Elfindri, 2011 ). Sedangkan populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas 1 – 6 di SDIT Ulul Albab
Bekasi 2013 sebanyak 693 populasi. Serta sampel dari penelitian ini adalah
sebagian siswa siswi SDIT Ulul Albab Bekasi yang dipilih sesuai dengan
ketentuan yang dibuat oleh peneliti yaitu 63 responde. Tehnik dalam penelitian
ini dengan menggunakan Non Random (non probability).
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SDIT
Ulul Albab Bekasi pada bulan April tahun 2013. Jenis variabel yang digunakan
adalah variabel dependen adalah kejadian obesitas dan variabel independen adalah Frekuensi mengkonsumi makanan siap
saji, Pengetahuan orang tua, Usia, jenis kelamin, aktivitas anak, Status Sosial
Ekonomi. Sumber data dalam penelitian ini berupa data sekunder dari klinik SD
dan data primer yang didapat dari hasil penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan serta jawaban kuisioner yang telah diisi oleh masing-masing
responden. Pada data primer menggunakan kuisioner.
Sebelum peneliti menyebarkan kuisioner ke
tempat penelitian, peneliti menguji kuisioner terlebih dahulu dengan mencari
validitas dan realibilitas kuisioner di tempat yang berbeda dengan klasifikasi
sama. Hasil dari uji validitas dan realibilitas kuisioner dari 20 pertanyaan
didapatkan total correlation dari setiap
pertanyaan termasuk pertanyaan yang valid karena Rhitung > Rtable (∑Rhitung
= 0,93 > ∑ Rtable = 0,444). Dan dari
uji r alpha (0.772) lebih besar dibandingkan nilai R table maka pertanyaan
tersebut dianggap reliabel. Setelah
mengetahui bahwa kuisioner yang kita gunakan valid, peneliti langsung
menyebarkan kuisioner tersebut ke responden penelitian di SDIT Ulul Albab
Bekasi.
Setelah kuisiner terisi semua oleh respoden,
peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan SPSS untuk mencari hasil
univariat dan bivariat.
HASIL PENELITIAN
Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDIT Ulul Albab
Bekasi pada bulan April tahun 2013, dengan jumlah responden 63 yang terdiri
dari 34 responden sebagai kasus (Obesitas) dan 29 responden sebagai kontrol
(Tidak Obesitas). Adapun beberapa karakteristik responden berdasarkan frekuensi
mengkonsumsi makanan siap saji, pengetahuan orang tua, aktivitas, usia anak,
status ekonomi dan jenis kelamin dapat dijelaskan sebagai berikut :
Distribusi
frekuensi responden yang jarang memakan makanan siap saji sebanyak 17 orang
(27%) (Tabel 5.3). Distribusi frekuensi orang tua yang memiliki pengetahuan
kurang baik sebanyak 45 orang (71,4%) (Tabel 5.4).
Distribusi
frekuensi usia anak 7-9 tahun sebanyak 34 orang (54 %) (Tabel 5.5). Distribusi
anak yang memiliki aktifitas ringan sebanyak 37 orang (58,7%) (Tabel 5.6).
Distribusi
status ekonomi rendah sebanyak 16 orang (25,4%) (Tabel 5.7). Distribusi jenis
kelamin laki-laki sebanyak 30 orang (47,6%), sedangkan distribusi jenis kelamin
perempuan sebanyak 33 orang (52,4%) (Tabel 5.8).
Analisis
Bivariat dengan melihat P Value (Nilai P) dan Odd Rasio (OR) dengan interval
kepercayaan (CI) 95% yang dilakukan dengan tabulasi silang (crosstab) dalam
Analitik Statistik.
Ada
hubungan secara statistik antara frekuensi mengkonsumsi makanan siap saji (P
value = 0,000 ; OR = 0,058), antara pengetahuan orang tua (P value = 0,004 ; OR
= 7,000), antara usia (P value = 0,002 ; OR = 6,173) antara aktifitas (P value
= 0,020 ; OR = 3,935), antara status ekonomi
(P value = 0,016 ; OR = 0,189) dan tidak
ada hubungan secara statistik antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas
pada anak (P value = 1,000 ; OR = 0,952).
Berikut ini
disajikan rekapitulasi tabulasi 1 sampai dengan 6 yang
ditampilkan secara berurutan :
VARIABEL
|
KATEGORI
|
JUMLAH
|
P
VALUE
|
OR 95%
(CI)
|
||||
OBESITAS
|
TIDAK
OBESITAS
|
|||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
|||
Hubungan
Antara Frekuensi Mengkonsumsi Makanan Siap Saji dengan Kejadian Obesitas pada
Anak di SDIT Ulul Albab Tambun Bekasi Tahun 2013
|
||||||||
Jarang
|
2
|
11,8
|
15
|
88,2
|
17
|
100
|
0,000
|
6,126
(2,093-18,829)
|
Sering
|
32
|
69,6
|
14
|
30,4
|
46
|
100
|
||
Hubungan
Antara Pengetahuan Dengan Kejadian Obesitas pada Anak di SDIT Ulul Albab
Tambun Bekasi Tahun 2013
|
||||||||
Baik
|
4
|
11,8
|
14
|
48,3
|
18
|
100
|
0,004
|
7,000
(1,961-24,985)
|
Kurang Baik
|
30
|
88,2
|
15
|
51,7
|
45
|
100
|
||
Hubungan
Antara Usia dengan Kejadian Obesitas pada Anak di SDIT Ulul Albab Tambun
Bekasi Tahun 2013
|
||||||||
7 – 9
Tahun
|
25
|
73,5
|
9
|
26,5
|
34
|
100
|
0,002
|
6,173
(2,065-18,455)
|
10 –
12 Tahun
|
9
|
31
|
20
|
69
|
29
|
100
|
||
Hubungan
Antara Aktifitas dengan Kejadian Obesitas pada Anak di SDIT Ulul Albab Tambun
Bekasi Tahun 2013
|
||||||||
Ringan
|
25
|
67,6
|
12
|
32,4
|
37
|
100
|
0,020
|
3,935
(1,361-11,374)
|
Berat
|
9
|
34,6
|
17
|
65,4
|
26
|
100
|
||
Hubungan
Antara Status Ekonomi dengan Kejadian Obesitas pada Anak di SDIT Ulul Albab
Tambun Bekasi Tahun 2013
|
||||||||
Rendah
|
4
|
25
|
12
|
75
|
16
|
100
|
0,016
|
0,189
(0,053-0,678)
|
Tinggi
|
30
|
63,8
|
17
|
36,2
|
47
|
100
|
||
Hubungan
Antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Obesitas pada Anak di SDIT Ulul Albab
Tambun Bekasi Tahun 2013
|
||||||||
Laki-Laki
|
16
|
53,3
|
14
|
46,7
|
30
|
100
|
1,000
|
0,952
(0,353-2,568)
|
Perempuan
|
18
|
54,5
|
15
|
45,5
|
33
|
100
|
PEMBAHASAN
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional,
yang hanya dapat memperlihatkan hubungan dengan cara mengamati variabel
independen dan variabel dependen pada saat yang bersamaan, sehingga tidak dapat
menentukan hubungan sebab akibat antara kedua variabel tersebut.
Selain itu, karena hanya menghubungkan variabel
independen dan variabel dependen, kemungkinan ada beberapa variabel lain yang
belum masuk atau belum ikut kedalam kerangka konsep seperti genetik, media
elektronik atau media sosial, sosial budaya dan faktor lingkungan.
Instrumen
penelitian ini berupa kuesioner dimana pertanyaan yang diajukan secara tertulis
kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan tanggapan, informasi dan jawaban
tersebut. Alat ukur yang dipergunakan ini mempunyai kelemahan pada jawaban
responden berdasarkan ingatan sesaat atau jawaban hasil kompromi antara orang
tua sehingga hasilnya bisa jadi bias. Untuk mengurangi resiko tersebut,
peneliti memudahkan responden untuk menjawab dengan mudah tanpa berfikir untuk
mencari jawaban karena alternatif jawaban sudah tersedia dan menjelaskan tujuan
penelitian, sehingga tujuan yang diharapkan tercapai.
Hubungan
Frekuensi Mengkonsumsi Makanan Siap Saji dengan Kejadian Obesitas pada Anak
Berdasarkan tabel 5.9 terlihat 34 anak yang mengalami
obesitas, 2 anak yang jarang mengkonsumsi makanan siap saji dan 32 anak sering
mengkonsumsi makanan siap saji. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000
(p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara statistik antara
frekuensi mengkonsumsi makanan siap saji dengan kejadian obesitas pada anak
dengan hasil Ho ditolak. Sedangkan nilai OR = 6,126 (2,093-18,829). Anak yang
sering mengkonsumsi makanan siap saji akan beresiko 0,058 kali lebih besar
mengalami obesitas dibandingkan anak yang jarang mengkonsumsi makanan siap
saji.
Hasil
penelitian ini sesuai dengan teori dari pernyataan Kestler (1995) bahwa
sebagian besar fast food tinggi kandungan kalori, lemak, garam, dan gulanya,
akan tetapi rendah kandungan gizinya. Kebiasaan mengonsumsi fast food yang
berlebihan dan tidak dikombinasikan dengan buah dan sayuran segar sebagai
sumber serat telah memicu berbagai macam penyakit. Seperti jantung koroner,
tekanan darah tinggi, stroke, obesitas.(Wirakusumah 2007)
Penelitian
ini juga didukung oleh penelitian Martha dalam Skripsi Mila Febriyani, yang
dilakukan pada sebuah SMA di Medan sebanyak 40,33% responden mengalami obesitas
dan 9,24% mengalami overweight. Hal ini disebabkan oleh pola makan berlebih,
yaitu jumlah siswi yang mengonsumsi fast food 2-3 kali seminggu yaitu sebanyak
43,69%. Penelitian Shinta (2011), responden dengan katagori status gizi lebih
yaitu sebanyak 46,7% mempunyai frekuensi konsumsi fast food 1-2 kali dalam
seminggu
Hasil
penelitian ini juga didukung oleh Padmiari (2007) yang menyatakan bahwa
prevelensi obesitas pada anak SD yang terbiasa mengkonsumsi makanan siap saji
(Fast Food) cukup tinggi (13,6%) dan beresiko 6 kali lebih tinggi untuk menjadi
obesitas. Serta di dukung oleh Harini (2005) dan Karnaeni (2005) yang membuktikan
dalam penelitiannya adanya hubungan yang
bermakna antara kebiasaan
makan fast food
dengan gizi lebih
(p < 0,05).
Menurut berbagai refrensi anak yang sering
mengkonsumsi makanan siap saji ( ≥ 2x dalam sepekan) mempunyai peluang besar
untuk mengalami obesitas. Karena kandungan lemak pada makanan siap saji seperti
junk food dan fast food sangat tinggi. Jika lemak dalam tubuh anak bertumpuk,
maka penyakit-penyakit yang berkaitan dengan tingginya lemak dalam tubuh akan
menyerang anak tersebut. Contoh umumnya penyakit yang berkaitan dengan lemak
adalah stroke, dimana stroke ini diawali dengan penumpukkan lemak pada pembuluh
darah sampai lemak tersebut menyumbat pembuluh darah, sehingga darah yang
dialirkan ke seluruh tubuh akan tertahan pada bagian yang tersumbat dan pada
bagian tersebut darah tidak akan mengalir seperti biasanya. Contoh tersebut
merupakan hal tidak mungkin terjadi pada anak yang sering mengkonsumsi makanan
siap saji, akan tetapi dari anak-anak
saja sudah sering mengkonsumsi makanan siap saji yang memiliki kandungan lemak
tinggi maka tidak akan diragukan lagi jika nantinya anak tersebut akan
mengalami stroke atau penyakit lainnya seperti tekanan darah tinggi, obesitas
dan kolestrol.
Hubungan
Pengetahuan dengan Kejadian Obesitas pada Anak
Berdasarkan tabel 5.10 terlihat 34 anak yang mengalami
obesitas, ada 4 anak yang memiliki orang tua berpengetahuan baik dan sisanya 30
anak yang memiliki orang tua berpengetahuan kurang baik. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
secara statistik antara usia dengan kejadian obesitas pada anak dengan hasil Ho
ditolak. Sedangkan nilai OR = 7,000 (1,961-24,985). Orang tua yang memiliki
pengetahuan kurang baik akan beresiko 7,000 kali lebih besar mengalami obesitas
dibandingkan orang tua yang memiliki pengetahuan baik.
Hal ini sesuai dengan teori Notoatmojo (2002) yang menyatakan bahwa
Rendahnya pengetahuan dan pendidikan dasar ibu merupakan faktor penyebab yang
mendasar dan terpenting karena mempengaruhi tingkat kemampuan individu,
keluarga dan masyarakat dalam mengelola sumber daya untuk mendapatkan kecukupan
gizi. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku didasari pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
(Notoatmodjo, 2003)
Hasil
penelitian ini sama dengan hasil penelitian Gordon-Larsen (2002) didalam
skripsi mahasiswa FKUI yang menemukan ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan gizi dan
kesehatan dengan gizi
lebih pada remaja wanita perkotaan Philadelphia. Serta
menurut peneliti lainnya pengetahuan ini sangat mempengaruhi kejadian obesitas
pada anak, karena dari pengetahuan yang baik maka kejadian obesitas akan
tertahan atau menurun, sedangkan jika pengetahuannya kurang baik maka kejadian
obesitas pada anak ini akan menetap angkanya atau semakin parah angka
kejadiannya.
Pengetahuan
orang tua mengenai pola makan seimbang dan bergizi serta sehat sudah sangat
cukup untuk menekan angka kejadian obesitas. Serta pengetahuan yang dilandasi
oleh ilmu kesehatan akan memberikan asumsi positif bahwa anak yang berat
badannya abnormal atau berlebihan merupakan suatu tanda bahaya yang harus
diwaspadai dari setiap diri anak-anak.
Hubungan
Usia dengan Kejadian Obesitas pada Anak
Berdasarkan tabel 5.11 terlihat 34 anak yang mengalami
obesitas, 25 anak yang berusia 7-9 tahun dan 9 anak berusia 10-12 tahun. Hasil
uji statistik diperoleh nilai P = 0,002 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan secara statistik antara usia dengan kejadian obesitas pada
anak dengan hasil Ho ditolak. Sedangkan nilai OR = 6,173 (2,065-18,455). Anak
yang berusia 7 - 9 tahun akan beresiko 6,173 kali lebih besar mengalami
obesitas dibandingkan anak yang berusia 10 – 12 tahun.
Menurut teori yang dikemukakan Wisarani FKM UI anak usia sekolah tumbuh
dengan kecepatan genetis masing-masing, dengan perbedaan tinggi badan yang
sudah mulai tampak. Ada sebagian anak yang terlihat relatif lebih pendek atau
tinggi. Atau pertumbuhannya lebih lambat dibandingka dengan teman-teman
sebayanya. Komposisi tubuh anak usia sekolah juga mulai berubah. Komposisi
lemak mulai meningkat setelah anak berusia 6 tahun, yang diperlukan untuk
persiapan percepatan pertumbuhan pubertas (Damayanti dan Muhilal, 2006 ).
Ketika usia 10-12 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki dan perempuan berbeda.
Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik, sehingga membutuhkan
energi lebih banyak. Sedangkan anak perempuan biasanya sudah mulai haid
sehingga memerlukan protein dan zat besi yang lebih banyak (RSCM dan Persagi,
1998).
Penelitian
ini didukung oleh hasil riset yang diungkapkan Dr. David S. dan kawan-kawan
dari RS. Anak di Boston, ditulis oleh artigen.com. “Di Amerika Serikat, kasus
ini terus meningkat sejak tahun 1960 sampai sekarang. Angka yang cukup
meningkat terjadi pada anak usia 6-11 tahun yang mencapai 54% dan 40% pada usia
remaja.”
Menurut
berbagai refrensi bahwa anak usia 7 – 9 tahun merupakan masa-masa dimana anak
tersebut memakan makanan apa saja yang mereka sukai, entah mereka sukai karena
bentuknya, karena rasanya, karena warnanya atau karena aromanya yang begitu
menggoda. Anak di usia tersebut belum bisa memilih makanan yang sehat untuk
dirinya dan yang bergizi untuk tubuhnya. Oleh karena itu pada anak yang memasuki
usia 7-9 tahun sangat rentan terjadinya obesitas akibat dari makanan-makanan
yang di konsumsinya secara berlebihan.
Hubungan
Aktifitas dengan Kejadian Obesitas pada Anak
Berdasarkan tabel 5.12 terlihat 34 anak yang mengalami
obesitas, 25 anak yang memiliki aktifitas ringan dan 9 anak memiliki aktifitas
berat. Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,020 (p < 0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara atifitas dengan kejadian
obesitas pada anak dengan hasil Ho ditolak. Sedangkan nilai OR = 3,935
(1,361-11,374). Anak yang memiliki aktifitas ringan akan beresiko 3,935 kali
lebih besar mengalami obesitas dibandingkan anak yang memiliki aktifitas berat.
Hal ini sesuai dengan teori yang ada yaitu kurang aktivitas fisik
merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas
ditengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih
sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan
tidak melakukan aktivitas fisik seimbang akan mengalami obesitas. (Lakshita
Nattaya, 2012 : 28)
Penelitian ini juga didukung oleh hasil
penelitian dari Faerus Soraya (2007), dan Ratna Indriawati juga menemukan
hubungan yang bermakna antara aktifitas anak terhadap kejadian obesitas.
Menurut berbagai refrensi aktifitas yang
ringan dan dilakukan continue atau terus menerus akan membuat penurunan cara
kerja pembakaran lemak didalam tubuh setiap anak. Semakin anak banyak
beraktifitas, semakin optimal juga pembakaran lemak didalam tubuhnya. Perubahan
zaman juga mempengaruhi aktifitas anak, yakni zaman dahulu dengan zaman
sekarang sangat jauh sekali aktifitas yang dilakukan anak. Zaman dahulu
anak-anak belum mengenal yang namanya permainan game seperti game PS dan game
OnLine. Zaman sekarang kebanyakan anak-anak cenderung aktifitasnya itu-itu
saja, berdiam dirumah sambil nonton TV atau main game PlayStation atau game
OnLine. Jika aktifitas kebanyakan anak yang monoton terus menerus sedangkan
anak tersebut sering mengkonsumsi makanan yang berlemak atau siap saji, maka
peluang untuk mengalami obesitas jauh lebih besar dibandingkan anak-anak yang
aktif terus menerus dan jarang mengkonsumsi makanan yang berlemak atau siap
saji.
Hubungan
Status Ekonomi dengan Kejadian Obesitas pada Anak
Berdasarkan
tabel 5.13 terlihat terlihat 34 anak yang mengalami obesitas, 4 anak yang
memiliki orang tua berstatus ekonomi rendah dan 30 anak yang memiliki orang tua
berstatus ekonomi tinggi. Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,016 (p <
0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan secara statistik antara status
ekonomi dengan kejadian obesitas pada anak dengan hasil Ho ditolak. Sedangkan
nilai OR = 0,189 (0,053-0,678). Orang tua yang memiliki status ekonomi tinggi
akan beresiko 0,189 kali lebih besar mengalami obesitas dibandingkan orang tua
yang memiliki status ekonomi rendah.
Hal ini sesuai dengan teori yaitu keluarga yang memiliki pendapatan
tinggi dapat membeli makanan apapun, termasuk makanan sehat bergizi namun juga
makanan tinggi kalori/lemak/gula, junk food, fast food, soft drink yang
merupakan penyumbang besar terhadap masalah obesitas. Sebaliknya keluarga yang
memiliki pendapatan rendah cenderung mengkonsumsi makanan yang kurang bergizi
sehingga sering mengantarkan mereka pada kondisi gizi buruk. (Nurmalina, 2011 :
42)
Hal ini sesuai juga dengan penelitian Jenifer didalam tesis dr. Zinatul
dari data MEPS (Medical Expenditure Panel Survey) di Amerika Serikat
mendapatkan bahwa perbedaan status ekonomi berpengaruh terhadap kejadian obesitas.
Dan penelitian yang dilakukan sendiri oleh dr. Zinatul Faizah (2004) bahwa ada
hubungan antara pendapatan orang tua terhadap kejadian obesitas (p < 0,001
dan r < 0,145)
Menurut
berbagai refrensi status ekonomi sangat mempengaruhi terjadinya obesitas,
karena mereka yang status ekonominya tinggi akan lebih sering membeli makanan
siap saji daripada mereka yang status ekonominya rendah. Beberapa makanan siap
saji yang sering dibeli untuk memenuhi kulkas rumah adalah mie instan, nugget.
Karena kebanyakan orang yang memiliki status ekonomi tinggi sering membeli
makanan untuk memenuhi kulkas dengan alasan sibuk karena kerja dan tidak sempat
untuk memasak dirumah. Dengan adanya
alternative cepat inilah, mereka yang berstatus ekonomi tinggi tertarik untuk
menggunakannya. Tidak heran jika anak-anak yang mengalami obesitas adalah
mereka yang memiliki orang tua berstatus ekonomi tinggi.
Kebanyakan
orang tua yang status ekonominya tinggi akan memberikan uang jajan untuk
anaknya lebih banyak ketimbang anak yang orang tuanya memiliki status ekonomi
rendah. Uang jajan yang mereka bawa, semakin banyak mereka bawa uang jajan maka
semakin besar peluangnya untuk sering membeli makanan yang cepat saji seperti
jajanan abang-abang sosis, abang-abang nugget, abang-abang gorengan.
Sebaliknya, semakin sedikit anak membawa uang jajan, maka semakin kecil juga
peluang untuk jajan sembarangan di sekolahnya.
Hubungan
Jenis Kelamin dengan Kejadian Obesitas pada Anak
Berdasarkan tabel 5.14 terlihat 34 anak yang mengalami
obesitas, diantaranya adalah 16 anak laki-laki dan sisanya 18 anak perempuan.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1,000 (p > 0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
kejadian obesitas pada anak dengan hasil Ho gagal ditolak. Sedangkan nilai OR =
0,952 (0,353-2,568). Anak yang memiliki jenis kelamin perempuan akan beresiko
0,952 kali lebih besar mengalami obesitas dibandingkan anak yang memiliki jenis
kelamin laki-laki.
Hal
ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa obesitas pada anak cenderung
diwarisi dari keluarga. Seorang anak dengan kedua orang tua, gemuk maka 80
persen peluang anak menjadi gemuk. Bila salah satu orang tua gemuk, maka 40
persen peluang anak menjadi gemuk dan bila kedua orang tia tidak gemuk, maka
peluang anak untuk gemuk sebanyak 7 persen. Sehingga tidak ada hubungan sama
sekali kejadian obesitas terhadap klaisfikasi jenis kelamin. (Devi Nirmala, 2012 : 22)
Penelitian
ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian Nugroho (1999)
dan Wellis (2003) pada skripsi mahasiswa FKUI (2008)
yang keduanya menemukan terdapatnya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
dengan gizi lebih.
Perbedaan ini kemungkinan
dikarenakan pada penelitian
ini proporsi terbesar responden gizi lebih terdapat pada responden yang
berjenis kelamin perempuan.
Menurut berbagai refrensi kejadian obesitas
bisa terjadi pada siapapun, baik laki-laki maupun perempuan. Jika dilihat dari
faktor genetic, laki-laki (XY) cenderung memiliki peran untuk menurunkan ke anaknya
menjadi obesitas sebesar 50 % dan jika perempuan (XX) cenderung memiliki peran
untuk menurunkan ke anaknya menjadi obesitas 50 % dan menjadi carier (pembawa)
50 %. Faktor genetic ini tidak 100 % benar karena faktor lain seperti pola
makan serta aktifitas juga sangat berpengaruh terhadap kejadian obesitas
meskipun anak tersebut memiliki salah satu orang tua atau kedua orang tua yang
obesitas.
Kejadian obesitas ini banyak faktornya, jika
spesifik mengklaim bahwa jenis kelamin memiliki peran yang tinggi untuk
kejadian obesitas, hal tersebut karena faktor yang memiliki peran tinggi adalah
Pengetahuan orang tua, dari pengetahuan orang tua maka kebiasaan dan pola asuh
orang tua kepada anaknya akan memberikan efek terhadap anaknya dan terhadap
kejadian obesitas pada anaknya.
KESIMPULAN
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa hasil yang
diperoleh adalah sebagai berikut : ada hubungan antara frekuensi mengkonsumsi
makanan siap saji, pengetahuan orang tua, usia anak, aktifitas anak dan status
ekonomi sosial orang tua dengan kejadian obesitas serta tidak ada hubungan
antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati Fitri Respati, 2012, Ilmu Gizi dan Kesehatan Reproduksi,
Cakrawala Ilmu, Yogyakarta.
Arisman, 2009, Keracunan Makanan, EGC, Jakarta.
Devi Nirmala, 2012, Gizi Anak Sekolah, Kompas, Jakarta.
Elfindri, 2011, Metodologi Penelitian Kesehatan, Baduose, Jakarta.
E. Barasi Mery, 2010, At a Glance Ilmu Gizi, Erlangga,
Jakarta.
Hidayah Ainun, 2012, Kesalahan-Kesalahan Pola Makan Pemicu
Seabrek Penyakit Mematikan, Buku Biru, Yogyakarta.
Hidayat A. Aziz, 2008, Ilmu Kesehatan Anak, Salemba Medika,
Jakarta.
Lakshita Nattaya, 2012, Pilih ‘Apel’ atau ‘Pir’, Javalitera,
Yogyakarta.
Nirwana Ade Benih, 2012, Obesitas Anak dan Pencegahannya, Nuha
Medika, New York.
Nurmalina Rina dkk, 2011, Pencegahan dan Manajemen Obesitas, Gramedia,
Jakarta.
PERSAGI, 2009, Kamus Gizi, Kompas, Jakarta.
Sari Reni Wulan dkk, 2008, Dangerous Junk Food, O2, Yogyakarta.
Sumanto Agus, 2012, Tips Memilih Jajanan Sehat, Arya Pustaka, Jakarta.
S.Y Indah dan Meta Chan, 2012, Kerempeng Mana Keren!!!, Tibbun Media,
Surabaya.
Wahyu Genis ginanjar, 2009, Obesitas pada Anak, B-First, Yogyakarta.
Yanuar Eri, 2011, Diet Sehat untuk Anak Remaja, Kanisius, Yogyakarta.
Yatim Faisal, 2005, 30 Kesalahan pada Anak, Pustaka Populer Obor, Jakarta.
http://www.who.int/en/ foodreview.biz
http://www.jurnalmedika.com/
http://www.lib.ui.ac.id/
http://library.um.ac.id/free-contents/
http://chge.med.harvard.edu/event/virtual-forum-childhood-obesity-and-environment
http://pediatrics.about.com/od/nutrition/a/0308_junk_food.htm
http://www.chartsgraphsdiagrams.com/HealthCharts/bmi-percentiles-girls.html
http://health.detik.com/read/2010/08/30/174100/1431451/764/berat-badan-rata-rata-anak-sesuai-usia
Posting Komentar