Unknown
Salah mengartikan makna cinta dan kasih sayang
            Banyak orang salah mengartikan dan menempatkan makna cinta dan kasih sayang kepada anggota keluarga, dengan menuruti semua keinginan mereka meskipun dalam hal-hal yang bertentangan dengan petunjuk Allah, yang pada gilirannya justru akan mencelakakan dan merusak kebahagiaan hidup mereka sendiri. Inilah makna firman Allah :
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ}
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS At Taghaabun:14).
Makna “menjadi musuh bagimu” adalah melalaikan kamu dari melakukan amal shaleh dan bisa menjerumuskanmu ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah.1
Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di, ketika menjelaskan makna ayat di atas, beliau berkata: “…Karena jiwa manusia memiliki fitrah untuk cinta kepada istri dan anak-anak, maka (dalam ayat ini) Allah  memperingatkan hamba-hamba-Nya agar (jangan sampai) kecintaan ini menjadikan mereka menuruti semua keinginan istri dan anak-anak mereka dalam hal-hal yang dilarang dalam syariat. Dan Dia memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya…”2
            Maka pelanggaran terhadap syariat Allah  dan perbuatan maksiat yang dilakukan anggota keluarga, inilah yang menjadi penyebab utama tidak terwujudnya ketenangan dan kebahagiaan sejati dalam rumah tangga tersebut. Bukankah penyebab terjadinya bencana secara umum, termasuk bencana dalam rumah tangga, adalah perbuatan maksiat manusia? Allah  berfirman:
{وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ}
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan (dosa)mu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS asy-Syuura:30).
            Inilah makna yang terungkap dalam ucapan salah seorang ulama salaf yang mengatakan: “Sungguh (ketika) aku bermaksiat kepada Allah, maka aku melihat (pengaruh buruk) perbuatan maksiat tersebut pada tingkah laku istriku…”3.
            Maka ketika tingkah laku dan sikap anggota keluarga satu sama lainnya menjadi buruk, disebabkan perbuatan maksiat yang mereka lakukan, apakah mungkin akan tercipta keharmonisan dan hubungan baik di antara mereka? Lalu apakah mungkin dalam keluarga seperti ini akan terwujud sakinah, mawaddah dan rahmah (ketenangan, cinta dan kasih sayang)?.
REFERENSI: 
1. Ibnu Katsir, “Tafsir Ibnu Katsir” Juz 4 hal. 482.
2. Abdurrahman As Sa'dy, Taisiirul Kariimir Rahmaan hal. 637.
3. Ibnul Qayyim dalam kitab “ad-Da-u wad dawaa’” hal. 68.
Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar

PerpustakaanSarahLayaShafura. Diberdayakan oleh Blogger.