Unknown
بسم الله الرحمن الرحيم
            Setelah melewati proses akad nikah, Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmussholihat…. Tiada ucapan terindah selain bersyukur kepada Allah yang telah mempersatukan hati kami dibawah naungan cinta yang halal, dan saya berterima kasih sekali kepada seluruh kawan-kawan saya yang sudah berkenan hadir di acara kami. Jazakumullahu Khairan…
            Alhamdulillah… ada sedikit tulisan yang saya coba menggali Hikmah di balik berkahnya Nikah Muda. karena tidak sedikit saya mendapatkan pertanyaan “Bagaimana rasanya setelah menikah”? baik dari senior yang sudah lama menikah, ataupun juga dari kawan-kawan yang masih lajang. inilah jawaban yang saya bisa buat dalam bentuk makalah. mudah-mudahan bermanfaat, tidak bermaksud menggurui tapi ini hanyalah sebatas nasihat sesama seorang muslim. Barokallahu Fikum….        
  
            Menikah dan berumah tangga merupakan fitrah setiap manusia yang diciptakan oleh Allah  dengan kecenderungan menyukai lawan jenis dan hidup berpasangan. Allah  berfirman:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا}
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS an-Nisaa’: 1).
Dalam ayat lain Allah  berfirman:
{وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ}
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah” (QS an-Nahl: 72).
            Dengan berumah tangga, seorang manusia bisa mencurahkan cinta dan kasih sayang kepada anggota keluarganya, yang dengan itu semua dia bisa merasakan ketentraman dan kedamaian dalam hidupnya.
Oleh karena itulah, agama Islam yang diturunkan oleh Allah  untuk kebaikan hidup manusia, sangat menganjurkan dan menekankan pentingnya berumah tangga, serta mengatur hukum dan adab yang berhubungan dengannya untuk tujuan mewujudkan kebahagiaan dan ketenangan hidup bagi manusia. tidak lain menikah adalah jalan mencari keberkahan di dalam menjalani kehidupan karena dengan mentaati segala perintah Allah dibalik itu semua ada keberkahan. 
Hikmah dan tujuan pernikahan dalam Islam
Allah  berfirman:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ}
“Dan di antara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (QS ar-Ruum: 21).
            Ayat yang mulia ini menjelaskan tujuan dan hikmah agung disyariatkannya pernikahan dalam Islam, yaitu untuk menjadikan seorang manusia merasakan ketenangan dan kedamaian ketika bersama istrinya, dengan keduanya saling mencintai dan berkasih sayang, bahkan hampir tidak dijumpai dua orang yang saling mencintai dan berkasih sayang seperti suami dan istri[1]. Oleh karena itulah, Allah menjadikan istri seorang manusia dari jenisnya sendiri, supaya dia merasa tentram dan tidak takut kepadanya. Kemudian dari hubungan inilah lahir keturunan yang merupakan tujuan dari pernikahan[2]
            Ayat ini juga menjadi bukti bahwa Allah  mensyariatkan agama Islam untuk tujuan memberikan kemaslahatan dan kebaikan hidup bagi manusia, karena Dia  Maha sempurna kasih sayang dan anugerah kebaikan-Nya bagi hamba-hamba-Nya, sehingga Dia mensyariatkan pernikahan dalam Islam untuk tujuan mulia yang tersebut di atas. Inilah makna firman-Nya dalam ayat di atas: “Dan di antara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya…”, yaitu yang menunjukkan sempurnanya kasih sayang dan perhatian-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, serta sempurnanya hikmah dan ilmu-Nya yang maha luas[3].
Dalam ayat lain, Allah  lebih menegaskan hikmah yang agung ini, Allah  berfirman:
{هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا}
“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa tentram kepadanya” (QS al-A’raaf: 189).
Imam asy-Syaukani berkata: “Sebab (hikmah) penciptaan istri dari jenis manusia sendiri adalah suami merasa tentram, tenang dan bahagia bersamanya”[4].
            Oleh karena itulah, Dalam banyak hadits yang shahih, Rasulullah  sangat menganjurkan dan memotivasi umatnya untuk menikah dan berumah tangga, karena di samping untuk tujuan agung di atas, pernikahan islami juga merupakan sebab kuat untuk menjaga kesucian dan kehormatan diri, dengan menyalurkan hasrat dan kecenderungan syahwat manusia secara benar dan pada tempat yang halal.
Misalnya sabda Rasulullah : “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mampu untuk memberi nafkah lahir dan batin maka hendaknya dia menikah, karena sesungguhnya hal itu lebih menjaga pandangan dan memelihara kemaluan (kesucian), dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaknya dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu akan menjadi pengekang syahwat baginya”[5].
Solusi dan Penutup:
Inilah hakikat ketenangan dan kedamaian dalam jiwa yang dirasakan oleh orang-orang yang beriman, ketika mereka mendapati anggota keluarga mereka selalu taat kepada Allah. Oleh karena itulah Allah  memuji hamba-hamba-Nya yang bertakwa ketika mereka mengucapkan permohonan ini kepada-Nya, dalam firman-Nya:
{وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً}
“Dan (mereka adalah) orang-orang yang berdoa: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami sebagai penyejuk (pandangan) mata (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-Furqan:74).
Imam Hasan al-Bashri ketika ditanya tentang makna ayat di atas, beliau berkata: “Allah akan memperlihatkan kepada hambanya yang beriman pada diri istri, saudara dan orang-orang yang dicintainya ketaatan (mereka) kepada Allah, demi Allah tidak ada sesuatupun yang lebih menyejukkan pandangan mata seorang muslim dari pada ketika dia melihat anak, cucu, saudara dan orang-orang yang dicintainya taat kepada Allah” [6].
Itulah hakikat pernikahan dengan segala hikmahnya menurut tinjauan syari’at islam, karenanya sejatinya pacaran tidak dikenal di dalam agama islam, yang pada hakikatnya pacaran adalah kenistaan bukan sebuah keniscayaan, ada sebuah judul buku menarik yang membuat saya tercengang seketika itu saya melihat judul buku “MENIKAHLAH JIKA TIDAK MAKA ENGKAU AKAN TERFITNAH” buku ini menyimpan pesan untuk kita anak-anak muda akan bahaya sebuah fitnah, yaitu fitnah wanita. namun fitnah tersebut bisa menjadi berkah apabila kita sambut melalui jalan yang syar’I yaitu pernikahan bukan pacaran justru pada hakikatnya mereka yang asyik berpacaran adalah orang-orang yang tenggelam dalam lubang fitnah yakni, perangkap syaitan. siapakah yang bisa menjamin diri kita akan selamat dari petaka sebuah fitnah ? untuk itu kita yang hidup di era globalisai yang penuh tantangan fitnah dengan berbagai sumber fitnah yang sudah bisa kita rasakan bersegeralah sambut perintah Allah dengan cara yang baik.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua dan menjadi sebab untuk meraih kebahagiaan hidup sejati di dunia dan akhirat.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
 ----------------------------------------------------------
[1] Sebagaimana yang disebutkan dalam HR Ibnu Majah (no. 1847) dan al-Hakim (2/174), dinyatakan shahih oleh imam al-Hakim, disepakati oleh imam adz-Dzahabi dan dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam “ash-Shahiihah” (no. 624) karena diriwayatkan dari beberapa jalur periwayatan yang saling menguatkan.
[2] Lihat kitab “Fathul Qadiir” (3/255) dan “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 639).
[3] Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 639).
[4] Kitab “Fathul Qadiir” (2/399).
[5] HSR al-Bukhari (no. 4778) dan Muslim (no. 1400).
[6] Dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (3/439).
Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar

PerpustakaanSarahLayaShafura. Diberdayakan oleh Blogger.