Siapakah Barirah ?
Barirah adalah maula (mantan budak) 'Aisyah radliyallah 'anha.
Sebelumnya ia adalah budak milik seorang Anshar dari kabilah bani
Hilal. Ia terkadang membantu 'Aisyah dengan upah sebelum dibeli oleh
'Aisyah dan dibebaskan.
Barirah seorang wanita yang pandai,
perawi hadits dan faqihah serta memiliki firasat yang tajam dan tepat.
Ia hidup sampai masa kepemimpinan Mu’awiyah radliyallah 'anhu.
Diriwayatkan dari Abdul Malik bin Marwan
(seorang raja dari bani Umayyah), ia berkata: "Aku pernah datang kepada
Barirah di Madinah, lalu ia berkata kepadaku: "wahai Abdul Malik, aku
melihat pada dirimu ada beberapa sifat yang baik, sesungguhnya engkau
layak menerima perkara ini (menjadi pemimpin), jika kamu telah menjadi
pemimpin, waspadalah terhadap urusan darah, sesungguhnya aku telah
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيُدْفَع عَنْ بابِ
الْجَنَّةِ بَعْدَ أن يُظْهَرَ إليه بِمِلْئِ مَحْجَمَةٍ مِنْ دَمٍ
يُرِيْقُهُ مِنْ مُسْلِمٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
"Sesungguhnya seorang laki-laki akan
dijauhkan dari pintu surga setelah dinampakkan kepadanya satu mangkuk
bekam berisi darah seorang muslim yang telah dia alirkan (membunuhnya)
tanpa hak (jalan yang benar)."
Siapakah Mughits?
Mughits adalah suami Barirah. Dia
seorang budak hitam, maula Abu Ahmad bin Jahsy Al-Asadi. Istrinya
meminta pisah darinya sesudah dimerdekakan oleh 'Aisyah. Ketika itu,
Mughits masih berstatus sebagai budak (berdasarkan pendapat yang lebih
tepat).
Disebutkan di dalam Shahih Al-Bukhari
dari jalan Khalid Al-Hadda’, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas; bahwasanya
suami Barirah adalah seorang budak, bernama Mughits, saya melihatnya
berjalan dibelakangnya sambil menangis, sampai-sampai air matanya
mengalir ke jenggotnya, lalu Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
يَا عَبَّاس ! أَلا تَعْجَبُ مِنْ حُبِّ مُغِيثٍ بَرِيْرَةً وَمِنْ بُغْضِ بَرِيْرَةٍ مُغِيْثاً
"Wahai Abbas, tidakkah engkau merasa heran dengan cintanya Mughits terhadap Barirah dan bencinya Barirah terhadap Mughits.” (Insya Allah akan dipaparkan pada kisah di bawah nanti).
Kisah Perkawinan Barirah dengan Mughits
Abu Ahmad bin Jahsy, salah seorang sahabat Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam,
tuan dari Mughits, sangat menyayangi dan kagum terhadap budaknya itu.
Ia seorang budak yang amanat, jujur, dan bersemangat dalam berkhidmat
terhadap tuannya sehingga ia berhasil mempersembahkan banyak manfaat
untuk tuannya. Oleh karena itu, ketika tuannya menyerunya untuk beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya, segera saja ia menyambutnya. Sebagai
balasannya, ketika Mughits meminta sesuatu kepada tuannya, dengan suka
rela tuannya pun mengabulkan permintaannya.
Pada suatu hari, Mughits meminta kepada
tuannya untuk menikahkannya. Dan tuannya-pun menyanggupinya, tapi nanti
setelah mereka tiba di Yasrib untuk hijrah.
Abu Ahmad dan Mughits keluar dari Makkah menuju Madinah. Di tengah perjalanan, Abu Ahmad menyenandungkan syair yang memuji istrinya, hal ini membuat hati Mughits semakin menggebu-gebu untuk menikah. Oleh karena, di tengah-tengah perjalanan yang masih sangat jauh dari Madinah, Mughits senantiasa mengulang-ulang permintaannya kepada tuannya.
Setelah mereka tiba di Yatsrib dan telah mendapatkan tempat, Mughits mengulangi lagi permintaannya kepada tuannya untuk segera dinikahkan. Maka Abu Ahmad menyuruhnya untuk mencari calon istri dari budak wanita yang ada di Yatsrib.
Mulailah Mughits berkeliling di
perkampung Madinah. Pada akhirnya, hatinya terpaut dengan seorang budak
wanita yang cantik di salah satu rumah kaum Anshar. Ia bernama Barirah.
Maka ia bersegera pulang menemui tuannya dan mengabarkan berita gembira
ini.
Abu Ahmad pun bersegera pergi ke tempat
kaum Anshar tadi, dan menyatakan keinginannya. Merekapun menyambutnya
dengan baik. Tapi Barirah tidak menyukai laki-laki ini. Ia memberitahu
pada tuannya bahwa ia tidak menyukainya, lalu ia masuk ke dalam sambil
menangis. Maka tuannya menyampaikan kepada Abu Ahmad bahwa ia telah
ridla dengan ini, tapi Barirah tidak menghendakinya. Maka ia meminta
waktu beberapa hari untuk melunakkan hati Barirah.
Mughits sangat sedih dengan tanggapan
Barirah. Maka ia meminta tuannya untuk terus mendesak keluarga Barirah
agar hatinya luluh. Ia menyampaikan kepada tuannya bahwa ia telah jatuh
cinta kepada Barirah dan tidak mau menikah dengan selainnya.
Abu Ahmad merespon permintaan Mughits,
dan ia pun berkali-kali datang ke keluarga Barirah untuk meminta
budaknya. Pada akhirnya, ia berhasil, hati Barirah-pun luluh.
Kisah Kehidupan Keluarga Barirah Bersama Mughits.
Pada awalnya Barirah tidak mau menikah
dengan Mughits, tapi karena desakan yang terus menerus dari tuannya,
akhirnya ia pun menyatakan keridlaannya, menerima lamaran Mughits,
secara dzahirnya saja. Lalu pernikahan pun dilangsungkan.
Mughits amat merasa bahagia dengan pernikahannya ini. Dia berhasil menyunting gadis cantik pujaannya. Tapi, berbeda dengan Barirah. Ia merasa telah menipu dirinya, ia menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak ia cintai, sampai-sampai ia berujar:
وَاللهِ مَا أَرَدْتُهُ وَلاَ رَغِبْتُهُ ، وَلَكِنْ مَا حِيْلَتِي وَالْقَدَرُ غَالِبٌ
"Demi Allah, aku tidak menginginkan dan tidak menyukainya, tapi apa yang bisa kuperbuat, takdir pastilah menang."
Kesedihan Barirah sangat luar biasa,
tetapi Allah telah mempersiapkan satu hal untuk meringankan beban
kesedihannya, yaitu dengan dibukanya pintu salah satu rumah istri
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, 'Aisyahradliyallah 'anha. Barirah sering datang ke sana untuk membantu pekerjaan Ummul mukminin.
Barirah sangat menyukai 'Aisyah radliyallah 'anha, beliau menyambutnya dengan ramah dan memperlakukannya dengan baik. Pada akhirnya Barirah mau mengungkapkan seluruh isi hatinya kepada bunda 'Aisyah tentang perasaannya terhadap suaminya, Mughits. Ia berkata:
وَاللهِ لَقَدْ أَكْرَهَنِي أَهْلِي عَلَى الزَّوَاجِ مِنْهُ وَمَا أَجِدُ لَهُ فِي قَلْبِي مَيْلاً وَمَا أَدْرِي مَاذَا أَصْنَعُ
"Demi Allah, aku dipaksa oleh
keluargaku untuk menikah dengannya. Dalam hatiku tidak ada kecondongan
(kecintaan) kepadanya, dan aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat."
Tetapi Bunda 'Aisyah memintanya untuk tetap bersabar dan ridla dengan takdirnya. Beliau menasihatkan:
يَا بَرِيْرَة ! اِتَّقِي اللهَ
وَاصْبِرِي عَلَى زَوْجِكِ فَإِنَّهُ رَجُلٌ صَالِحٌ وَعَسَى اللهُ أَنْ
يُذْهِبَ هَمَّكِ وَأَنْ يَرْزُقَكِ مَحَبَّةَ زَوْجِكِ
"Wahai Barirah! Bertakwalah kepada
Allah dan bersabarlah dengan suamimu, sungguh ia adalah laki-laki shalih
dan semoga Allah menghilangkan kegundahanmu dan menganugerahkan
kecintaan kepada suamimu."
Berulang-ulang kali Barirah mengadu kepada bunda 'Aisyah dan berulang-ulang kali pula beliau menasihatkan supaya tetap bersabar dengan suaminya, berusaha terus untuk mencintainya dan ridla dengan bagian yang Allah tetapkan padanya. Barirah-pun berusaha melaksanakan nasihat bunda 'Aisyah, dan berusaha membuka hatinya untuk suaminya.
Setelah waktu berlalu cukup lama, ia
terus mencobanya, tapi ia tetap tidak bisa, bahkan bertambahnya hari
hanya menambah rasa benci kepada suaminya.
Barirah mengadu lagi kepada bunda
'Aisyah tentang suaminya, ia berkata: "Demi Allah wahai Ummul mukminin,
sungguh hatiku ini sangat membenci Mughits, aku sudah berusaha
mencintainya dan aku tetap tidak bisa. Aku tidak tahu apa yang bisa ku
lakukan dalam hidup bersamanya."
'Aisyah pun menasihatinya: "Bersabarlah wahai Barirah, semoga Allah memberikan jalan keluar dari masalahmu ini."
"Demi Allah, aku tidak menginginkan dan tidak menyukainya, tapi apa yang bisa kuperbuat, takdir pastilah menang." senandung Barirah
Bagaimana dengan Keadaan Mughits
Mughits amat merasa sedih dengan sikap
istrinya, ia telah mencurahkan segala cintaannya kepada istrinya tapi ia
membalasnya dengan kebencian yang besar. Dia meminta tolong kepada
tuannya, Abu Ahmad, untuk menasihati istrinya supaya bersikap lembut
kepadanya, tapi tidak juga membawa perubahan. Dia juga meminta bantuan
pada keluarga Barirah, tapi mereka kurang meresponnya.
Pada suatu hari istri Abu Ahmad melihat
Mughits sedang bersedih, lalu ia berusaha menghiburnya. Ia berkata:
"Kenapa kamu ini wahai Mughits! Sepertinya kamu terlalu memikirkan
Barirah, wanita selain dia kan banyak!!"
Mughits menjawab: "Tidak, demi Allah, wahai tuanku, aku tidak bisa membencinya dan tidak bisa mencintai wanita selainnya."
Tuannya berkata: "Kalau begitu
bersabarlah, sampai ia melahirkan anakmu, semoga setelah itu hatinya
mulai berubah dan bisa mencintaimu."
Mughits amat bahagia mendengarnya dan mulailah ia berhayal.
"Tidak, demi Allah, wahai tuanku, aku tidak bisa membencinya dan tidak bisa mencintai wanita selainnya." Kata Mughits kepada tuannya
Sebaliknya dengan Barirah, bertambahnya
hari dan bergantinya siang dan malam, hanyalah menambah rasa benci
terhadap suaminya, bahkan hal ini bertambah setelah ia melahirkan. Ia
berangan-angan tidak pernah melahirkan seorang anak-pun dari Mughits.
Ummul Mukminin, 'Aisyah radliyallah 'anha mengunjunginya
ketika ia masih dalam keadaan nifas. Beliau mengucapkan selamat dan
mendoakan atas kelahiran anaknya. Tapi, Barirah malah menangis
tersedu-sedu di hadapannya, sampai-sampai 'Aisyah-pun menjadi sangat
kasihan padanya. Beliau berkata: "Wahai Barirah, mungkinkah engkau untuk
membeli dirimu, jika engkau lakukan hal ini maka masalahmu akan bisa
teratasi dan engkau berhak atas dirimu sendiri, dan jika engkau mau,
engkau bisa berpisah dari suamimu."
Barirah berkata: "Aku telah mencoba
berkali-kali memohon mereka untuk memerdekakanku, tapi mereka tidak
menerimanya, seolah-olah tidak ada budak selainku yang bisa membantu
mereka. Tetapi aku akan tetap bersabar sehingga Allah menghilangkan rasa
sedih dan gundahku."
Setelah berlalu beberapa tahun,
datanglah hari yang ditunggu-tunggu, keluarga Barirah menyatakan mau
memerdekakannya jika ia siap membayar sejumlah harta selama sembilan
tahun.
Barirah amat sangat senang mendengar berita ini, lalu bersegeralah ia menuju ke rumah bunda 'Aisyah mengabarkan bahwa keluarganya menawarkan mukatabah dengan sembilan awaq dalam waktu sembilan tahun. Setiap tahunnya satu 'uqiyah (12 dirham), maka ia meminta bantuan kepada 'Aisyah untuk membelinya. Ia berkata kepadanya: "Ini adalah hari yang aku tunggu-tunggu wahai Ummul Mukminin, hilangkanlah kesusahanku maka Allah akan menghilangkan kesusahan Anda."
Lalu 'Aisyah tertawa dan berkata:
“Bergembiralah wahai Barirah, demi Allah beberapa hari ini aku ingin
bertaqarrub kepada Allah dengan memerdekakan budak, dan tiada yang lebih
aku senangi kecuali memerdekakanmu dan menghilangkan duka citamu.
Kemarilah wahai Barirah, ambilah harta ini, timbanglah dan berikan
sembilan awaq kepada tuanmu, lalu bayarlah sekaligus dan dirimu menjadi
milikmu."
Datanglah Barirah menemui tuannya untuk
membayar pembebasannya. Tuannya bersedia menerima tapi dengan sebuah
syarat, agar hak wala’ (perwalian) ada padanya. Lalu berita ini di
dengar oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
maka beliau bersabda kepada 'Aisyah untuk membeli dan membebaskannya,
karena wala’ bagi orang yang memerdekakan. Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wasallam keluar
menemui orang-orang dan berkhutbah: “kenapa ada laki-laki di antara
kalian yang membuat syarat yang tidak terdapat di dalam Kitabullah?
Setiap syarat yang tidak terdapat dalam Kitabullah adalah batil,
walaupun sebanyak seratus syarat. Dan syarat Allah lebih berhak dipenuhi
dan lebih kuat."
Barirah membawa uang itu kepada tuannya
dan menyerahkannya sekaligus, lalu ia kembali kepada Sayyidah 'Aisyah,
berterima kasih dan memujinya. Ia berkata kepada nya:
اَلْحَمْدُ للهِ يَا أُمَّ
الْمُؤْمِنِيْنَ، لَقَدْ فَرَّجَ عَنِّي هَمِّي وَكَشَفَ غَمِّي، وَلَقَدْ
وَجَدْتُ الصَّبْرَ شَيْئًا عَظِيْمًا
"Al-Hamdulillah, wahai Ummul
Mukminin, Allah telah menghilangkan duka citaku dan menyingkapkan
kegundahanku, dan aku telah mendapatkan sesuatu yang besar dengan
kesabaran."
Barirah juga menyampaikan kepadanya bahwa ia akan segera meminta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk memisahkan dia dari Mughits.
Pada sore harinya, ia datang ke kamar Aisyah dan meminta izin bertemu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ia pun diizinkan. Lalu ia mengucapkan salam dan menyampaikan maksudnya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
“Wahai Rasulullah, aku memohon, kiranya baginda sudi menceraikanku dari
suamiku Mughits, aku sekarang telah merdeka sedangkan dia masih sebagai
budak, aku sudah tidak kuat lagi hidup bersamanya. Tanyalah pada Ummu
Abdillah, 'Aisyah. Pasti beliau akan memberitahukan bagaimana nasib
hidupanku bersamanya."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersenyum
akan ucapan Barirah dan mengabulkan permintaannya. Lalu beliau mengutus
seseorang untuk menyampaikan kabar berita ini kepada Mughits.
Ketika mendengar berita ini, Mughits
langsung pingsan, ia dirundung kesedihan yang sangat luar biasa. Bumi
yang luas ini terasa sempit dan seolah-olah nyawanya sudah pergi
meninggalkan jasadnya.
Ketika mendengar berita ini, Mughits langsung pingsan, ia dirundung kesedihan yang sangat luar biasa. Bumi yang luas ini terasa sempit dan seolah-olah nyawanya sudah pergi meninggalkan jasadnya.
Setelah mendapat berita tadi, Mughits
selalu mengikuti Barirah, berlari-lari di belakangnya, sepanjang
perjalanannya di lorong-lorong kota Madinah. Berpindah dari satu tempat
ke tempat lainnya. Ia merayunya dengan kata-kata terindahnya, berbicara
kepadanya dengan ucapan terhalusnya, tapi Barirah tidak sedikitpun
terpengaruh.
Mughits meminta bantuan kepada siapa saja yang dikenalnya untuk berbicara kepada Barirah, tapi tidak juga membuahkan hasil.
Pada hari berikutnya, Mughits mengiba
kepada Barirah dengan selalu berjalan dan mengikuti di belakangnya
memasuki pasar kota Madinah sambil menangis sampai-sampai air matanya
membasahi janggutnya, tapi hal itu juga tidak membuat luluh hati
Barirah.
Mughits mengiba kepada Barirah agar mau kembali kepadanya, sampai-sampai dia berjalan di belakangnya di sepanjang jalan Madinah dengan menangis hingga janggutnya basah oleh air matanya
Pemandangan ini membuat hati setiap
orang yang menyaksikannya menjadi terenyuh, kasihan dan merasa sedih, di
antaranya adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ketika itu beliau bersama pamannya Abbas, berada di pasar Madinah. Lalu beliau berkata kepadanya:
يَا عَبَّاس ! أَلا تَعْجَبُ مِنْ حُبِّ مُغِيثٍ بَرِيْرَةً وَمِنْ بُغْضِ بَرِيْرَةٍ مُغِيْثاً
"Hai Abbas, tidakkah engkau heran dengan cintanya Mughits kepada Barirah dan bencinya Barirah terhadap Mughits."
Abbas pun menjawab; "betul, Demi Dzat yang mengutusmu, sungguh urusan mereka sangat aneh."
Ketika Mughits melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ia pun mendatangi beliau fsn meminta pertolongannya untuk menyampaikan kepada Barirah agar mau kembali kepadanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam merasa
sedih melihat kondisi Mughits. Lalu beliau memanggil Barirah dan
bersabda kepadanya: "Wahai Barirah, bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya ia adalah bapak dari anakmu, kalau seandainya kamu mau,
ruju'lah kepadanya."
Barirah-pun memandang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan diliputi kesedihan, dan berkata: "Wahai Rasulullah, baginda memerintahkanku?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "tidak,….. sesungguhnya aku hanyalah syafi' (sebagai perantara saja)."
Barirah pun menjawab: "Kalau begitu aku tidak merasa butuh kepadanya, aku tidak bisa hidup bersamanya, aku memilih sendiri."
*** *** *** ***
Inilah kisah kehidupan Barirah dengan
suaminya. Suaminya sangat mencintainya, tapi Barirah sangat membencinya.
Ia mampu bersabar bersamanya dalam kurun waktu yang cukup lama dengan
berangan-angan ingin berpisah dari suaminya.
Pada akhirnya, datanglah hari yang ia tunggu-tunggu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memisahkan keduanya. Ia merasa seolah-olah telah keluar dari Neraka. Tetapi, sebuah kalimat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hampir
saja menghapus seluruh harapan yang sudah lama ia nantikan, ia harus
mengesampingkan seluruh perasaan bencinya terhadap suaminya dan akan
kembali ke pangkuannya dengan penuh keridlaan dan kerelaan, karena taat
kepada Allah dan Rasul-Nya.
Inilah sosok seorang mukminah sejati,
yang selalu mendahulukan firman Allah dan sabda Rasulnya daripada
keinginan dirinya. Allah berfirman:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ
إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ
يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Sesungguhnya jawaban orang-orang
mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul
menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar,
dan kami patuh". Dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung." (QS. An-Nur: 51)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا
مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ
الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ
ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki
yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS. Al-Ahzab: 36)
Posting Komentar