Islam diturunkan
hanya semata untuk rahmat bagi semesta alam, dan Al-Qur’an sebagai kitab yang
lengkap untuk pedoman hidup seseorang dalam menjalani kehidupannya. Al-Qur’an
tidak hanya mengatur tentang hubungan antara makhluk dan kholiq, namun juga
mengatur hubungan antara manusia. Semuanya harus dilakukan secara kaaffah tidak
parsial.
Selama kita
menerapkan Islam secara parsial, kita akan mengalami keterpurukan duniawi dan
kerugian ukhrowi sebagaimana disinggung dalam QS. Al-Baqarah [2] ayat 85.
“Apakah kalian beriman kepada sebagian Al Kitab
(taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang
yang berbuat demikian daripada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan
dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat.
Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat.”
Ayat ini dengan
tegas mengingatkan, selama Islam hanya diwujudkan dalam bentuk ritual ibadah
semata, diingat saat kelahiran bayi, ijab Kabul pernikahan, serta pemakaman
jenazah, sementara dilupakan dari dunia perekonomian dan bisnis lainnya, maka
umat Islam telah mengubur Islam dalam-dalam dengan tangannya sendiri.
Inilah realitas
yang ada pada umat Islam. Mereka tidak paham dengan agamanya sendiri termasuk
dalam hal jual beli dan riba. Sudahkah kita mengetahui rukun-rukun dan
syarat-syaratnya? Apa dan bagaimana jual beli yang dibolehkan dan dilarang
dalam Islam? Berikut ini adalah ringkasan kajian tentang jual beli yang
disampaikan oleh Ustadz Sigit Pranowo Lc pada Sabtu (10/12) di masjid
Mudzakarah.
Definisi Jual Beli
Jual beli menurut
bahasa berarti mengambil sesuatu dan memberikannya. Sedangkan menurut istilah
syariah berarti tukar menukar harta untuk selamanya tanpa ada riba dan pinjam
meminjam. Hukum jual beli adalah boleh. (QS. Al-Baqarah [2] : 275)
Rukun-rukun Jual Beli
- Orang yang berakad (jual beli)
- Barang yang diakadkan
- Shighat (ijab dan Kabul)
Disunnahkan adanya saksi dalam jual beli namun tidak diwajibkan
Hak Memilih (Khiyar) dalam Jual Beli
Hak memilih
artinya setiap pembeli dan penjual memiliki hak untuk meneruskan atau
membatalkan akad. Sedangkan macam-macam khiyar adalah: Khiyar Majelis, Khiyar
Syarat, Khiyar Aib dan Khiyar Tadlis (manipulasi).
Syarat-Syarat Jual Beli
- Saling ridho antara penjual dan pembeli
- Orang yang berakad adalah orang yang dibolehkan untuk bertransaksi, yaitu: berakal, baligh(mumayyis), merdeka dan memiliki kemampuan(memilih)
- Penjual adalah pemilik barang yang dijual atau orang yang menduduki posisi pemiliknya, seperti: wakil, wali…
- Barang yang dijual-belikan adalah yang boleh dimanfaatkan dan bukan barang yang diharamkan
- Barang yang diakadkan adalah yang bisa diserahkan pelaku akad
- Barang yang diakadkan telah diketahui oleh mereka berdua dan dapat dilihat, disaksikan tatkala akad atau disifati dengan suatu penyifatan yang membedakannya dari yang lain
- Harga barang yang diakadkan haruslah diketahui atau diketahui nilainya.
Jual Beli Yang Dilarang
- Jual beli setelah adzan kedua pada hari jum’at
- Menjual barang-barang untuk membantu kemaksiatan atau perbuatan yang diharamkan Allah SWT
- Seorang muslim yang menjual barang yang dijual saudaranya
- Membeli barang telah dibeli
- Jual beli ‘inah
- Menjual barang yang dibeli sebelum digenggamnya
- Menjual buah-buahan sebelum matang dan layak
- Jual beli najasy
Akad Murabahah
Yaitu menjual
barang dengan harga yang telah diketahui oleh kedua orang yang melakukan akad
dan dengan keuntungan yang juga telah diketahui oleh keduanya. Akad mubahah
dibolehkan.
Pengertian Riba
Secara bahasa
bermakna ziyadah (tambahan), secara linguistik riba juga berarti tumbuh
danmembesar. Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari
harta pokok atau modal secara bathil. Sedangkan secara syar’i adalah tukar
menukar barang ribawi dengan yang sejenisnya atau mengakhirkan penggenggaman
(pemilikan) terhadap barang-barang ribawi yang seharusnya diserahkan tangan
dengan tangan.
Ada beberapa
pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang
menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi
jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip
muamalat dalam Islam. Mengenai hal ini Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan
jalan bathil.” (QS. An Nisaa [4] : 29)
Riba hukumnya haram berdasarkan firman Allah
(QS. Al-Baqarah [2] : 275)
Dalam hadits riba
juga dilarang, sebagaimana amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun
10 Hijriyah Rasulullah SAW masih menekankan: “Ingatlah bahwa kamu akan
menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang
kamu mengambil riba, oleh karena itu hutang riba harus dihapuskan. Modal (uang
pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami
ketidakadilan.”
Dan ijma’ ulama,
Ibnu Hajar al Haitsami berkata: “Bahwa riba itu terdiri dari tiga jenis, yaitu
riba fadl, riba al yaad, dan riba an nasi’ah. Al Mutawally menambahkan jenis
keempat yaitu riba al qard. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini
diharamkan secara ijma’ berdasarkan nash AlQur’an dan Hadits Nabi SAW.” (Az
Zawajir Ala Iqtiraaf al Kabaair vol 2 hal 205).
Macam-Macam Riba
Secara garis
besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba hutang-piutang
dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba
jahiliyyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba
fadhl dan riba nasi’ah.
- Riba Qardh, suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh)
- Riba Jahiliyyah, hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan
- Riba Fadhl, pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi
- Riba Nasi’ah, penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
Setelah
mengetahui ini semua, mari kita evaluasi aktifitas bisnis/ekonomi kita termasuk
jual-beli, sudahkah kita lakukan sesuai dengan ajaran Islam? Kalau belum, mari
kita berhijrah menuju Allah dan Rasul-Nya dalam hal bisnis (jual-beli) dan
ekonomi kita. Takutlah kita kepada Allah yang telah mengancam orang-orang yang
curang dalam berjual-beli: “Celakalah bagi orang-orang yang curang(dalam
menakar dan menimbang)! (yaitu)orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau
menimbang(untuk orang lain), mereka mengurangi.” (QS. Al-Muthoffifiin [83]
: 1-3).
Posting Komentar