Dorongan
ekonomi membawa bunda pergi ke negeri orang. Menyusul Ayahanda yang
telah dulu menjadi TKI (Tenaga Kerja Ilegal… Ilegal menurutku, karena
hal itu tak pernah diizinkan keluarga.. anak-anak terlantar karenanya)
Alih-alih
bertemu ayah, ibunda malah terdampar. Hingga terdengar kabar ibunda
meninggal karena kekurangan oksigen di kamar pembantu, di sebuah rumah
elit, di Negara Saudi Arabia. Ibunda meninggal dalam kondisi tak wajar.
Tak ada jasad. Tak ada wajah yang bisa dilihat sang bocah untuk terakhir
kali. Yang diterima hanya kabar ibunda telah disemayamkan. Entah
dimana…
Sebulan
kemudian… ayahanda yang tak pernah bertemu bunda di negeri orang pun
pulang. Hati sang bocah berumur 6 tahun ini sangat senang. Ia ingin
bertemu ayah yang selama ini tak pernah terlihat. Ia ingin meraba,
menyentuh dan bermanjaan dengan sang ayah.
Begitu
besar kerinduannya, hingga ia salah mengenal orang. Orang yang datang
ke rumah dikira ayah… Sang bocah menarik-narik tangan sang tamu dan
berkata, “Ayah, ayah lama sekali meninggalkan aku… aku pengen digendong
ayah”.
Sang
bocah telanjang yang hanya mengenakan celana pendek itu pun langsung
menaiki punggung orang yang ia kira ayahnya dengan riang… Menyaksikan
hal itu, sang tamu langsung menitikkan air mata… sambil memindahkan
posisi bocah yang digendongnya ke arah depan, ia pun memeluk erat sang
bocah. Namun, ia tak sanggup berkata-kata, apalagi untuk menyampaikan
kepada sang bocah bahwa ayahnya di RS tak berdaya karena sakit liver
stadium IV.
Tak
berapa lama.. sang bocah tahu ayah meninggal di sebuah RS di Jakarta.
Bagai sehidup semati, kepergian ibunda disusul ayahanda hanya dalam
waktu sebulan…
***
Sejak
ditinggal kedua orang tua 20 tahun silam, hidupnya terasa gersang. Tak
ada lagi tetesan kasih membasahi jiwanya yang mengering. Tak ada
topangan motivasi di saat-saat hidup terasa sulit. Tiada penadah saat
raganya rapuh dan hendak terjatuh…
Hidupnya
bagai di alam liar. Mencoba bertahan di tengah belantara kehidupan yang
kejam. Masyarakat tampak acuh dan langka uluran tangan. Namun Allah
Yang Maha Pengasih dan Penyayang, selalu menyelamatkannya di saat-saat
terdesak. Buktinya, selama ini ia berhasil tumbuh walau miskin dan penuh
kesederhanaan.
Ia
meyakini bahwa Allah yang selalu mengawasi dan memberikan rizki selama
ajal belum menjemputnya. Sebagaimana sebuah hadist mengatakan, “…Karena
sesungguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal, hingga telah
datang kepadanya rizki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya….”(HR
Abdur-Razaq, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Alhamdulillah,
sang bocah telah tumbuh dewasa. Segala bentuk kesulitan dan penderitaan
telah menghantarkannya pada majelis-majelis. Ia selalu mencari jawaban
atas segala kesulitan yang dialaminya melalui pengajian-pengajian. Dan,
kini ia telah jadi seorang ikhwan.
Namun,
kehausan kasih yang selama ini terpendam tetap saja tak bisa hilang
dengan pengajian. Kesunyian kerap kali menghampirinya… Sang ikhwan
merindukan kasih yang tak pernah ia dapatkan. Sudah menjadi fitrah
manusia ingin dikasih dan mengasihi, ingin dicinta dan mencintai.
Setiap
kali ia membutuhkan cinta, ia hanya bersimpuh dan bercengkrama dengan
Allah di keheningan malam. Namun, tetap saja itu tak cukup. Masih ada
keresahan yang mengganjal. Hingga ia menyadari bahwa ia membutuhkan
cinta Allah dalam bentuk lain. Yaitu, cinta dari sejenisnya yang telah
Allah ciptakan agar manusia bisa merasa tentram. (Bersambung..)
(Ken
Ahmad)
By: ahsanul mujahidah
By: ahsanul mujahidah
Dari: Forum Shoutusshalam
Posting Komentar