Ditulis oleh ahsanul mujahidah
Dari Forum Shoutusshalam
Tema : Ikhwan Bercincin Besi
Suatu
hari, hujan deras memaksa sang ikhwan berteduh di sebuah gedung tua.
Sang ikhwan baru pulang kerja. Itu adalah hari pertamanya bekerja di
sebuah perusahaan. Di situ, ia menyaksikan seorang lelaki buta dituntun
oleh seorang wanita. Mereka mencari tempat duduk untuk berteduh. Di
sudut gedung tua itu, sang wanita menyeka air hujan yang mengenai wajah
si buta. Begitu penuh kasih sayang di antara keduanya. Si Buta paruh
baya itu beristrikan seorang muslimah muda nan cantik.
“Subhanallah,
Allah Maha Pemberi Rahmat (kasih sayang), bahkan si buta pun tak luput
dari kasih sayangMu ya Allah”, Sang ikhwan terharu dan tersadar betapa
besar kasih sayang Allah terhadap hambaNya.
Beberapa
saat yang lalu, ia sempat trauma, putus asa, dan lupa akan rahmat
Allah. Bahkan pernah tersisip niat tak akan menikah. Padahal Allah
berfirman, “Janganlah berputus asa terhadap rahmat Allah sesungguhnya
tidakberputus asa terhadap rahmat Allah kecuali orang-orang yg kafir?”
(Yusuf:87)
Satu
minggu kemudian, sang ikhwan mendapat undangan menghadiri rapat kerja
tahunan organisasi dakwah di kampusnya. Sebagai mantan pengurus, ia
tentu merasa penting untuk datang.
Saat
acara berlangsung, seorang wanita tergopoh-gopoh membawa sekardus
makanan. Ia kemudian menyerahkan satu paket konsumsi tersebut ke panitia
laki-laki. Sang ikhwan sesaat melihat wanita tersebut, lalu ia
termenung…
“wanita
pembawa konsumsi tadi serasa tak asing, hm… Ya Allah! Bukankah ia
adalah wanita yang kulihat tempo hari bersama suaminya yang buta?
Ternyata dia seorang mahasiswi”, sang ikhwan terkejut membatin.
“Sssssttt…
koq kamu memperhatian akwat pembawa konsumsi itu terus? Kalau suka
lamar aja walaupun belum tentu diterima, hehe.. Saingan ente pasti
banyak kalo mau melamar dia”, kata kawannya yang masih jadi mahasiswa.
Sang
ikhwan terperanjat… “Astaghfirullah, saya tidak sengaja.. semoga Allah
mengampuni dosa saya karena tidak menundukkan pandangan terhadap wanita
itu. Saya cuma heran dengan akhwat itu, bukankah dia sudah menikah… saya
pernah melihat ia bersama suaminya yang, maaf, buta. Tadi aku dengar
ente bilang kalo suka dia, dilamar aja? Gak salah tuh, melamar istri
orang?” Tanya sang ikhwan penuh heran.
“Weitttttss..
sembarangan ente, wanita muda n cantik gitu dibilang udah punya suami..
yang ente Maksud itu pasti bapaknya bukan suaminya… Wk wk wk wk…”, sang
ikhwan menjadi bahan tertawaan kawannya.
“Masya
Allah, saya salah sangka donk…”, Sang ikhwan sedikit malu terhadap
kawannya itu. Namun, justru berawal dari situ, ia semakin terkesan
dengan akhwat pembawa konsumsi itu. Apalagi sang ikhwan memang sedang
melakukan pemburuan.. memburu jodoh yang tak kunjung datang.
Walau
banyak pesaing, sang ikhwan takan gentar. Ia akan tetap berusaha dan
bertawakal memburu targetnya. Kali ini: akhwat pembawa konsumsi.
Setelah mendapatkan info alamat e mail akhwat yang diburunya, sang ikhwan langsung mengirimkan surat:
Kepada YTH
Calon istri saya, Calon ibu anak-anak saya, dan Calon bidadari surgaku
Di tempat
Assalamu’alaikum Wr Wb
Mohon
maaf kalau anda tidak berkenan. Tapi saya mohon bacalah surat ini
hingga akhir. Baru kemudian silahkan dibuang atau dibakar, tapi saya
mohon, bacalah dulu sampai selesai.
Saya
seorang yang menginginkan ukhti untuk menjadi istri saya. Saya bukan
siapa-siapa. Saya hanya manusia biasa. Saat ini saya punya pekerjaan.
Tapi saya tidak tahu apakah nanti saya akan tetap punya pekerjaan. Tapi
yang pasti saya akan berusaha punya penghasilan untuk mencukupi
kebutuhan istri dan anak-anakku kelak.
Saya
memang masih kontrak rumah. Dan saya tidak tahu apakah nanti akan
ngontrak selamannya. Yang pasti, saya akan selalu berusaha agar istri
dan anak-anak saya tidak kepanasan dan tidak kehujanan.
Saya
hanyalah manusia biasa, yang punya banyak kelemahan dan beberapa
kelebihan. Saya menginginkan anda untuk mendampingi saya. Untuk menutupi
kelemahan saya dan mengendalikan kelebihan saya. Saya hanya manusia
biasa. Cinta saya juga biasa saja. Oleh karena itu. Saya menginginkan
anda mau membantu saya memupuk dan merawat cinta ini, agar menjadi luar
biasa. Saya tidak tahu apakah kita nanti dapat bersama-sama sampai mati.
Karena saya tidak tahu suratan jodoh saya. Yang pasti saya akan
berusaha sekuat tenaga menjadi suami dan ayah yang baik.
Kenapa
saya memilih anda? Sampai saat ini saya tidak tahu kenapa saya memilih
anda. Saya sudah sholat istikhoroh berkali-kali, dan saya semakin mantap
memilih anda. Yang saya tahu, Saya memilih anda karena Allah. Dan yang
pasti, saya menikah untuk menyempurnakan agama saya, juga sunnah
Rasulullah. Saya tidak berani menjanjikan apa-apa, saya hanya berusaha
sekuat mungkin menjadi lebih baik dari saat ini.
Saya
mohon sholat istiqaroh dulu sebelum memberi jawaban pada saya. Saya
kasih waktu minimal 1 minggu, maksimal 1 bulan. Semoga Allah ridho
dengan jalan yang kita tempuh ini. Amin
Singkat
cerita, akhwat puteri seorang lelaki buta itu pun menerima dan telah
men-komunikasikan dengan kedua orang tuanya. Orang tua akhwat ini sangat
mengerti agama… walau ia tahu bahwa sang ikhwan adalah lelaki
sederhana, mereka dengan terbuka dan senang hati menerimanya.
“Sebulan
lagi, kita langsungkan pernikahan. Bukankah Rasulullah menyerukan untuk
menyegerakan pernikahan jika jodoh sudah datang?” Ayah yang buta itu
menodong langsung sang ikhwan untuk menikahi puterinya.
“Baiklah,
Insya Allah saya terima tantangan bapak”, jawab sang ikhwan penuh
keyakinan, walaupun sebenarnya ia merasa kaget dan tidak sangka akan
secepat itu.
Sang ikhwan tak punya uang… Uang gajinya bulan ini sudah ia kirimkan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya.
Menjelang
hari pernikahan, sang ikhwan hanya mampu membayar uang administrasi
KAU. Uang sisa hanya Rp 50 ribu. Sang akhwat memang tidak meminta
apa-apa. Ia hanya meminta cincin kawin sebagai saksi pernikahannya.
Dengan uang Rp 50 ribu, sang ikhwan jalan-jalan mencari sesutu yang bisa
dijadikan sebagai mas kawin. Tepat di pinggir jalan, ia melihat tukang
aksesoris menjajakan barang-barangnya. Mata sang ikhwan langsung tertuju
pada sepasang cincin besi, ia menawar dan membelinya.
“Ukhti,
cincin ini sebagai tanda ikatan perkawinan kita… memang tak seberapa,
harganya pun cuma Rp 30 ribu. Namun, jangan dipandang murahnya…lihatlah
itu sebagai symbol akad nikah yang akan kuucapkan atas nama Allah. Akad
suci mitsaqon ghalida (perjanjian yang kuat). Akad yang Allah anggap
setara dengan perjanjian antara Allah dengan para nabi dan RasulNya.
Cincin ini menjadi saksi perjanjian kuat tersebut. Semoga engkau
menerimanya”, tulis sang ikhwan di kertas yang ia kirimkan beserta
sepasang cincin, dua hari sebelum pernikahan.
Sang akhwat mengirimkan sms:
“Akhi,
cincinnya sudah saya terima. Aku hanya bisa menangis terharu dan
bahagia menerimanya. Semoga Allah mempersatukan kita di dunia maupun di
akhirat. Aku sudah mantap akan mengarungi kehidupan bersama akhi. Sampai
jumpa di pelaminan. Calon istrimu.”
Pernikahan
sederhana penuh barokah terlaksana sudah. Mereka kini hidup bahagia
dengan satu orang putera. Kehidupan ekonominya telah membaik. Mereka
bersama merintis bisnis. Cincin besi itu pun hingga kini masih melingkar
di jari suami-istri tersebut. (Ken Ahmad)
(Abdurrahman Faris 28-April-2011)
Posting Komentar